Thursday, March 29, 2012

Duka Keluarga ku di Kelas

Langit terlihat cerah Pagi tadi. Seperti biasa aku berjalan kaki menuju kampus. Sesampai di kelas teman-temanku seperti sedang mendiskusikan sesuatu. Kuhampiri mereka dan kutanyakan apa yang mereka bicarakan. Sungguh mengejutkan sekali, ternyata berita duka dari salah seorang temanku di kelas. Ayahanda dari temanku tersebut meninggal dunia dikarenakan kecelakaan yang sangat fatal. Aku tak bisa membayangkan bagaimana perasaan temanku tersebut. Pantas saja sudah beberapa hari ini dia tidak terlihat berkicau di kampus, rupanya duka sedang meliputinya.
Temanku merupakan anak dari seorang Polisi, dia anak kedua sekaligus bungsu dikeluarganya. Kakaknya bertugas di luar daerah sebagai seorang polisi mengikuti jejak sang ayah dan sang kakak belum berkeluarga. Dalam benakku terbersit bahwa temanku memikul beban yang amat berat dengan kepergian ayahanda yang berusia tergolong masih muda.

Kebetulan setelah mata kuliah pertama usai kami bebas, karena untuk mata kuliah kedua dosen berhalangan hadir. Kamipun berdiskusi bersama di kelas, dan kami sepakat untuk pergi ke rumah duka siang ini. Korti kami menginstruksikan untuk memberikan sedikit bantuan sukarela. Setelah semua terkumpul, kamipun berangkat menuju rumah duka menggunakan sepeda motor slaing berboncengan.

Jarak rumah duka cukup jauh dari kampus kami, sekitar 1 jam. Tepatnya rumah duka berlokasi di Petak, Gianyar. Sepanjang perjalanan menuju rumah duka terhampar sawah yang menghijau membuat pemandangan semakin indah. Semakin dekat, udara semakin dingin dan menusuk tulangku. Kami terpecah menjadi dua group, ada yang sudah mendahului dan ada yang masih dibelakang. Aku termasuk group yang di belakang. Setelah kurang lebih 1 jam kami diperjalanan akhirnya kamipun tiba di rumah duka.

Sesampai di rumah duka, ternyata si empunya masih dalam perjalanan pulang dari rumah sakit. Kamipun menunggu di sebuah warung. Sambil menunggu, kami membeli camilan sebagai pengganjal perut kami yang sudah cukup lapar. Kami bercakap-cakap saling bercanda ria. Tidak sering kesempatan bersama seperti ini terjadi.


Tak lama kemudian teman kami pun tiba. Kami segera masuk ke rumah duka. Kamipun dipersilakan duduk oleh pihak keluarga. Kami hanya bisa terdiam, tak sepatah katapun terucap dari bibir. Tak terasa air mataku menetes. Membayangkan begitu berat yang dirasakan pihak keluarga yang kehilangan. Setelah cukup lama kami duduk, kemudian ada seseorang yang menghampiri kami semua. Dilihat dari perawakannya spertinya ia merupakan kakek dari teman kami. Ternyata benar, beliau memang kakek dari temanku. Beliau mengucapkn beberapa patah kata, mengucapkan terimakasih banyak pada kami semua dan memohon doa untuk yang telah tiada. Ketika berbicara beliau tak kuasa menahan tangisnya, sehingga kamipun menjadi larut dalam keadaan dan tak sanggup lagi membendung air mata kami. Hanya sebentar beliau menemani kami karena masih banyak persiapn upacara kematian yang harus dipersiapkan.

Kami merasa sudah cukup lama di rumah duka, dan memutuskan untuk pamit pulang. Seraya Korti memberikan sedikit bantuan yang telah kami kumpulkan. Kamipun bersalaman satu persatu memberikan semangat agar ia dan keluarga yang ditinggalkan tabah menghadapi apa yang Tuhan ambil dari mereka saat ini, dan semoga beliau yang telah tiada diterima di sisi Tuhahn. Selalu ada hikmah dari setiap kejadian yang terjadi meskipun amat berat.

"Yang hidup pasti akan mati, begitulah seterusnya untuk semua makhluk"


*Korti (Koordinator Tingkat)

Dialog Pagi

Lina: "mba dengerin lagu apa sih itu"
Aku: "emang kamu nggak bisa denger aku lagi dengerin lagu apa"
Lina: "keroncong ya"
Aku: "iya keroncong kalau didengerin dari hongkong!"
Lina: "trus apa donk, tumben denger lagu ini"
Aku: "iya kan cuma kamu yang tumben bauka aku to"
Lina: "kamu juga lagu nya aneh-aneh gimana aku mau sering dengernya"
Aku: "heh!!! ini tu lagunya Broery Marantika tau!!!, masak kamu gx tau sih!'
Lina: "Oh, broery marantika, itu kan yang kemarin mati di Yogya gara-gara kejepit andong ya, kemarin masuk TV kn?"
Aku: ..........???????????

Wednesday, March 28, 2012

Memories

Memories are..
Old photographs left alone in an
Ancient album conveying,
Love, Family, Friendship in
Past happy occasions.
Previous flashbacks recalling,
Dreadful, frightening moments.
A loved ones treasures that brings.
Such pleasure to the one who inherits them.

Memories are...
An old burnt down house,
That reveals some startling secrets,
Which now has become a new home.
An child hood friendship,
Which is broken apart.

Unforgotten letters which
Remind others that they are loved and their,
Presence is still here.
An familly pet first getting
Its licence and now it is buried graved.


Memories are....
People who had captured happy and sad,
Moments of their life.
The key important events that
Happened like the first word ever spoken,
As a baby or the first foot steps being taken.

Memories are.....
Never washed away, they are
The keys that opens every closed closet.

Jokes !


In a certain suburban neighborhood, there were two brothers, 8 and 100 years old, who were exceedingly mischievous. Whenever something went wrong in the neighborhood, it turned out they had a hand in it. Their parents were at their wits' end trying to control them. Hearing about a priest nearby who worked with delinquent boys, the mother suggested to the father that they ask the Priest to talk with the boys. The father agreed. The mother went to the Priest and made her request. He agreed, but said he wanted to see the younger boy first and alone.
So the mother sent him to the Priest. The Priest sat the boy down on the other sideof his huge, impressive desk. For about five minutes they just sat and stared at each other. Finally, the Priest pointed his forefinger at the boy and asked "Where is God?" The boy looked under the desk, in the corners of the room, all around, but said nothing. Again, louder, the Priest pointed at the boy and asked, "Where is God?" again the boy looked all around but said nothing. A third time, in a louder, firmer voice, the Priest leaned far across the desk and put his forefinger almost to the boy's nose, and asked "WHERE IS GOD!" The boy panicked and ran all the way home. Finding his older brother, he dragged him upstairs to their room and into the closet, where they usually plotted their mischief. He finally said, "We are in B-I-I-I-I-G trouble now!" The older boy asked, "What do you mean, B-I-I-I-I-G trouble?" His brother replied, "God is missing and they think we did it".

QUOTE



* Our nature is the mind. And the maind is our nature.

* To enter by reason means to realize the essence through instruction and to believe that all living things share the same true nature, which isn't apparent because it's shrouded by sensation and delusion.

Croisan


Dari kejauhan kusaksikan percakapan mereka yang semakin memanas. Entah apa pemicunya sehingga menjadi seperti itu. Dua Hal yang berbeda karakter tapi saling bekerjasama meski terkadang terjadi benturan.

"Kelihatannya Croisan di toko seberang sana terlihat lezat" ujar Mata menahan keinginannya
"air liurku seakan tak bisa kubendung lagi, sungguh sangat ingin q melahapnya" sambung Mulut menimpali ucapan Mata.

Di seberang jalan Croisan sibuk menggoda setiap Mata dan Mulut yang ia temui.
Tiba-tiba ia berceloteh membanggakan dirinya pada satu Mata yang menarik perhatiannya "hei, Kau Mata lihatlah aku sangat indah dan sempurna diolah oleh Sang Empunya. Setiap taburan kismis dalam tubuhku menambah manis tubuhku."
"ah, sungguh aq tak tertarik melihatmu kroisan, lihat bentukmu yang berkerut-kerut membuat tubuhmu tak memiliki lekuk yang indah" cela Mata.
"kau hanya membual saja, sesungguhnya kau sudah tak tahan melihatku, tetapi sepertinya Mulut yang bersamamu terlihat sendu sehingga ia tak bisa memenuhi permintaanmu untuk melahapku hahahaha" ejek Croisan semakin menjadi pada Mata.

Aku hanya bisa tertawa kecil menyaksikan percakapan mereka berdua. Croisan yang ku anggap aneh karena menawarkan dirinya untuk dilahap bukannya mempertahankan dirinya agar tetap utuh. Ah sungguh aneh dunia mereka. Tidak seperti duniaku, setiap individu sibuk mempertahankan diri mereka masing-masing untuk kepentingan pribadi.

"Sesungguhnya hari ini aku sedang tak bergairah melahap apapun Mata. Maafkan aku karena membuat harga dirimu jatuh dihadapan Croisan" sesal Mulut .
"Aku mengerti mulut, tapi tidakkah kau merasakan betapa nikmatnya Croisan ditambah dengan kismis yang memenuhi tubuhnya hahh"
Sesungguhnya Mulut amat menyesal tidak bisa memenuhi permintaan Mata. Apalah daya jika sudah tak ingin melahap apapun, menyesalpun tiada guna lagi.

"hahaha Mulut oh Mulut malang nian nasibmu, tak dapat melahapku. Hari ini aku begitu menarik mungkin tak akan terjadi untuk kedua kalinya saat aku semenarik ini, semoga engkau mengubah keputusanmu itu" ucap Croisan dengan nada mengejek.
Semakin dongkol saja Croisan berdebat dengan Mata dan Mulut. Tidak ada habisnya tetapi tak mendapatkan hasil. Croisan merasa mereka terbuat dari batu sehingga tak berubah pendirian. Croisan tidak ingin gagal kali ini membujuk Mata dan Mulut. Ia kerahkan segala kemampuan untuk merayu keduanya.

Mata kembali meyakinkan Croisan dengan sedikit berat "sudahlah Croisan, kami tak akan tergoda, akan tetapi jika esok kau semenarik ini mungkin kami akan melahapmu. Engkaupun tak akan mengecewakan Sang Empunya."
"ya, benar itu Croisan. Masih ada hari esok, maka tampilah semenarik mungkin esok" ujar Mulut menimpali.

Croisan termenung sejenak, tetapi tiba-tiba berubah menjadi geram pada Mata dan Mulut, "Jika kalian tak melahapku hari ini, jangan harap esok kalian akan menemukanku lagi. Aku tidak akan sudi menampakkan tubuhku ini pada kalian. sekarang sebaiknya kalian enyah dari hadapanku, Pergiiiiiii!!!!!!!!!"

Mata dan Mulut tak bisa berbuat apa-apa lagi. Hanya bisa pasrah menghadapi kemarahan Croisan. Dengan berat mereka pergi meninggalkan Croisan. Mereka amat menyesal telah menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan oleh Croisan. Sekarang mereka tak kan pernah menemukan Croisan meski begitu ingin melahapnya.

Di kejauhan Aku termenung memikirkan akhir percakapan mereka yang menyedihkan. Seharusnya Mata dan Mulut tak mengambil keputusan yang fatal. Semua jadi kacau akibat penolakan mereka. Ah, semoga kaumku bisa memetik pelajaran dari perdebatan mereka.

Tuesday, March 27, 2012

Kekasihku


Kekasihku
Aku terpaku di rerumputan yang menguning
Memikirkan setiap belaianmu padaku
Caramu membelai, mencumbuku
semua membuat hati ini rindu
rindu yang tak tertahan lagi
entah bagaimana aku meluapkannya
sedang kau tak bersamaku

kemarin saat kau disisiku
selalu senyum yang tersungging di bibir ku
tak ku katakan rasa ini
hingga yang tersisa hanya kenanganmu
yang tak akan pernah mati ditelan ombak
ataupun di terjang badai

saat ini hanya bisa berdoa untukmu
yang nun jauh disana
semoga dia yang tlah dipilih hatimu
memberikan kesejukan hidupmu

Sanak Haghuk Jamo Isikanno


Di suatu Anek Ughiklah keluargo sederhano sai di kughniai sai sanak ghagah. Watteu aanakno beumogh 6 tahun apakno ghadeu ninggal. Ulah hino sanak ghagah hino diaghuh jamo aghuhan sanak haghuk. Guwai nyukupi kebutuhan keluargano emak sanak haghuk nanem gegulaian jamo kembang-kembang. Mak teghaso sappai anakno meghanai.
Sanak haghuk balak jadei meghanai wawai jamo kicar kiwar. Io selalue ngebatteu emakno nanem kembang-kembang jamo gegulaian. Kembang-kembang jamo gegulaian sai di tanem tiyan tuweh subur jamo berkembang wawai-wawai temmen.
"mak, geh kedou lamen kembang-kembang ijo ikam sai ngejualno adek pasagh, pasti hasilno dapek nyukupei kebutuhan gham tano ji" cawo sanak haghuk hino di suatu dawah. "ya, .ya.. temmen hino, lapahlah nikeu ngejual kembang-kembang ijo, kekkeh emak nikeu sai jujugh jamo wewah pudak jamo apou gaweh sai ngebelei kembangmeu", hino nasihat emakno sanak haghuk. Kembang-kembang sanak haghuk diilingi jamo bebai-bebai jamo mulei-mulei, sappai-sappai putri Raja ngedengei hal hino.
Di pasagh sanak haghuk ilig jamo binatang isikkan. Io agou jamo kambing, jawi jamo manuk. Sappai suatu ghani sewatteu io mulang anjak pasagh, lamen io tumbuk jamo ulun sai agou matiko binatang io belei. Watteu ino io ngenah kucing agou dipatiko io belei, wat lagei ulun sai agou mateiko kenui io belei, sappai wat ulun sai sai agou mateiko tikus io belei. Sewatteu ia agou nyebeghang wai io ngenah punyeu mas sai hampigh matei di pinggigh wai io tulung, diluppukkonno punyeu hino di wai. Akhirno sanak haghuk nayah isikanno.
Putri ghajo sai ghisek ngebelei kembang jamo sanak haghuk munnei kemunneian io iling jamo sanak haghuk. Geh ino munih sanak haghuk iling jamo putri Ghajo. "Mak sikam kileu tulung, pinengko sikam jamo Putri Ghajo", cawo sanak haghuk jamo emakno. Emakno tekanjat jamo beliau cawo, "Nyak mak beghanei anakkeu, gham mak sebanding jamo Putri ghajo, unut gaweh mulei sai sepadan jamo gham"
"Lamen geggeh ino sikam agou mineng sayan", cawo sanak haghuk. Tigeh di istano matei kak maghah ghajo ngedengei nyou sai dicawoko sanak haghuk. Ghajo cawo, "Nikeu dapek nikah jamo anakkeu, asal nikeu dapek ngecet keket istano ijo jamo emas".
Sanak haghuk nyanggupei nyou sai di cawoko ghajo.
Sanak haghuk mulang, di lelapahan io bepikegh geh kedou caghono ngecet keket istano jamo emas, sedangko emasno gaweh sikam mak mekkou. Tifeh di nuwo isikanno sanak haghuk ngelulih, "ulah nyou sanak haghuk kenahan sedih temmen?". Sanak haghuk nyeghitako nyou sai teghjadei. "Lamen geh ino lapah gham adek wai!" cawo keket jamo sanak haghuk jamo seghundono. "setujeu" cawo tiyan jamo-jamo.
Sappai di wai tiyan ngenah punyeu emas balak tekulai matei di pinggigh wai. Punyeu ino iyolah punyeu sai ghadeu di tulung jamo sanak haghuk. Lajeu punyu ino di akuk jamo di belah, mak pandaino wat emas di lem betengno. Nayah temmen emasno hampir 3 kg.
Jamo battuan isikanno debingeino tiyan ngecet keket istano jamo emas. Subhanallah tikus dapek ngeghejako pek-pek sai ghatcak jamo sulit dijangkau. Geggeh inolah tiyan keghejo jejamo guwai nyelesaiko keghejoan hino, sehinggono sappai jam tigo tukuk keghejoan ngecet dinding istano kak ghadeu.
Tukukno, ulun-ulun istano ngekeghik-keghik, "Kebakaghan-kebakaghan!" keghik ulun-ulun hino, ulah dinah istano sai ngining-ngining. Ngedengei keghikan-keghikan ino Raja luwah mak pandaino watteu dinah istano ghadeu dicet jamo emas. Ulah hino diaghuhlah sanak haghuk dijadeiko menatteuno.

Monday, March 26, 2012

Ayah



Saat langit membiru membentuk indahnya panorama
Kau duduk di sudut kota tua
Menopang segala keresahan yang kau rasa
Meski begitu berat beban yang kau pikul
Tetapi senyum tetap menghiasi bibirmu

Tanpa kenal lelah kau memeras keringat
Demi sesuap nasi untuk keluarga yang kau kasihi
Ah, sungguh mulia dirimu Ayah
Entah bagaimana caramu untuk membuat keluargamu bahagia

Kau tak pernah berbagi
Kau simpan segala kisahmu sendiri
Setiap hari kau menanti cahaya yang lebih terang di kota tua
Menanti uluran hati yang bersih
Berharap keringatmu berbau harum

Wednesday, March 21, 2012

paras cantik bunga layu


"Braakkkk"
Serta merta aku terkejut mendengar suara itu. Ternyata ulah seorang teman dikelas ku yang entah siapa namanya. Baru sehari aku berada di sekolah menengah pertama (SMP) negeri 02 di Magelang ini. Aku pindah dari sekolahku yang lama, karena menurut orang tuaku di sekolah yang lama aku kurang mendapatkan fasilitas yang baik. Orang tuaku khawatir prestasiku akan menurun jika melanjutkan bersekolah disana. Akhirnya mereka mengirimku ke kediaman pamanku di Magelang. Memang benar aku mendapatkan sekolah favorit di sini, tetapi dibalik semua itu aku tidak menyadari godaan besar menantiku.
"hallo, salam kenal namaku Fita" sapa seseorang di kelasku. dia berperawakan sedang dengan kulit sedikit gelap dan senyum yang cukup manis. "eh, iya salam kenal juga, aku Nina bru pindah sekolah dan aku dikasi kelas ini sama kepsek" ujarku agak sedikit gugup. Itulah perkenalan pertamaku dengan penghuni kelas ini.
"oya tadi yang gebrak meja tu siapa si, cewek tapi ko kayak macan?" tanyaku pada Fita, "oh itu Pina, memang wataknya kayak gitu juga suka main palak dia, ati-ati aja kamu kan baru di sini" ujar Fita wanti-wanti padaku.
Tak pernah kubayangkan akan bertemu teman sperti itu disini, ditambah lagi aku termasuk gadis kecil yang gampang menangis bisa dibilang manja. Memang perawakan Pina begitu subur dan kekar seperti bodyguard yang sering kulihat di televisi. Tiba-tiba Pina mendekati tempatku duduk, dan sungguh di luar dugaanku dia duduk di bangku tepat di sampingku yang masih kosong. Jantungku berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya, keringat mulai terlihat di wajahku yang gugup.
"heh, siapa nama lu" gertak Pina, "a..aa.kuu.. Nina" jawabku menunduk. "minta duit nya, keliatannya duit lu banyak tu", "aku gx punya duit, cuma pas-pasan aja buat ongkos pulang nanti" sergahku.
Pina tetap memaksa meminta uang dariku, dan akhirnya aku menyerah. Kuserahkan selembar ribuan kepadanya agar ia cepat menghentikan tekanannya terhadapku.
Jam pulang sekolahpun tiba, aku melangkah gontai menuju pemberhentian bus. Tidak ada yg menarik selama perjalan pulang hanya desak-desakan penumpang yang membuatku sedikit lelah. Turun dari bus aku masih harus berjalan sekitar 500 meter lagi untuk mencapai rumah tempat pamanku tinggal.
"gimana Nin disekolah, apa semua baik-baik saja" tanya paman padaku, "ya semua baik-baik saja paman, dan menyenangkan sekali di sekolah yang baru" ucapku sedikit berkelit dari keadaan sebenarnya. Aku tidak ingin membuat pamanku cemas padaku jadi aku mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja.
Kulangkahkan kaki menuju kamar. Di rumah ini aku tinggal bersama dua pamanku dan satu bibi ku yang merupakan istri dari pamanku yang lebih tua.
"Nina makan dulu, tadi bibi masak ikan" panggil bibiku dari luar, "iya bi, sebentar lagi. Nina belum lapaR" ujarku singkat.
Aku mengganti pakaianku, kemudian pergi keruang makan dan kusantap sedikit masakan bibi. Benakku masing menerawang jauh di rumah, aku ingin kembali pulang. Menikmati hidup bersama adik-adikku dan orang tuaku, bukan hidup bagaikan orang asing seperti ini. Kulangkahkan kaki menuju kamar mandi. Kurasakan kesegaran air yang cukup berbeda dari yang ada dirumah. Usai membasuh tubuh, aku membuka pelajaran yang diberikan guru tadi di sekolah untuk mengingatnya kembali. Cukup tenang suasana malam itu yang membuatku semakin sedih berada jauh dari orang tuaku.
"Nina bangun, sudah siang, nanti kamu terlambat ke sekolah" gedor bibiku. "arrgghhh, iya iya bi, ini juga sudah bangun" elakku pada bibi.
rasa malas menghampiriku, berat sekali langkahku untuk pergi ke sekolah, tetapi segera ku tepis rasa itu. Aku harus semangat bersekolah agar orang tuaku tak kecewa.
"selamat pagi anak-anak, hari ini kita akan belajar mengenai manusia prasejarah" ucap seorang guru mengawali pelajaran pagi itu. Ternyata pelajaran sejarah cukup menarik, dan tidak membosankan. Aku merasa geli ketika memperhatikan perawakan guru yang mengajar sejarah itu, mirip dengan manusia purba juga rupanya.
"heh, bengong aja, senyum-senyum pula lu, gila ya" tegur Pina ketus. Aku hanya membalasnya dengan sedikit senyuman. lebih baik menjaga jarak darinya supaya sikapnya tidak semakin berani dalam meminta uang padaku. Aku bukan pendonor yang punya banyak uang untuk dibagi-bagikan padanya. Aku juga masih meminta pada orang tuaku. Orang seperti Pina terlihat seperti kekurangan kasih sayang dari keluarganya, sehingga ia mencari perhatian dari lingkungan dengan cara seperti itu.
Seperti biasa aktifitasku seusai sekolah hanya makan, istirahat, mandi, belajar dan selalu begitu. Aku mulai terbiasa dengan kehidupan di lingkungan rumah paman, tetapi aku bukanlah orang yang terbiasa ngobrol ke tetangga, aku memilih diam dirumah sambil menonton acara televisi. Hari ini sebelum belajar aku menonton acara kesukaanku "Termehek-mehek". Ya mungkin memang itu tidak sepenuhnya realita, tapi jika sudah menyukainya ya tetap saja suka. Hari ini acara tersebut berkisah tentang seorang ibu yang membiarkan anaknya di adopsi oleh Tuan dimana dia bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Jika dipandang dari sisi negatif, memang ibu tersebut terlihat jahat karena tega membiarkan anaknya diadopsi, namun jika dilihat dari sisi positif perbuatan ibu itu tidak salah, karena menginginkan kehidupan yang terbaik bagi anaknya. Seperti orang tuaku yang menginginkan sekolah terbaik bagiku.
"Nin, di panggil kepsek tu" ujar Fita mengagetkanku. "ah, apa lagi ini, perasaan nggak ada salah apa deh. kenapa pake dipanggil pula" fikirku sambil melangkah menuju ruang kepala sekolah.
"tok, tok, permisi pak", "iya silakan masuk" ucap kepala sekolah mempersilahkanku. "besok ada festival pakaian adat di kabupaten, kamu ikut ya" sambung kepala sekolah. Aku terdiam sejenak, tapi segera ku iyakan perintah kepala sekolah. Sedikit terkejut aku mendengar ucapan kepala sekolah tadi, namun aku sangat bersyukur bisa diikutkan dalam even tersebut. Sekarang yang harus aku persiapkan adalah bagaimana caranya besok pagi bisa bangun subuh.
"paman besok Nina ikut festival pakaian adat di kabupaten, paman bisa anter kesalon yang di booking sekolah besok subuh?" tanyaku pada paman, "bagus itu, ya besok paman anter kamu" puji pamanku sekaligus setuju untuk mengantarkanku.
Pukul 3 pagi aku terbangun karena alarm yang ku hidupkan. kusambar handukku dan segera pergi kekamar mandi. Lampu kamar mandi pamanku agak suram, karena menggunakan lampu pijar. Ketika sedang asik mandi, aku menengok kearah atap samping. Tiba-tiba kulihat sepasang mata sedang memperhatikanku mandi. Ia segera menghilang ketika disadari aku telah memergokinya. Kali ini aku benar-benar terdiam tidak tahu apa yang harus kukatakan. Hanya di hatiku bertanya-tanya apakah benar yang kulihat tadi ataukah aku salah lihat. Tidak mungkin aku salah lihat, karena itu sangat jelas untuk beberapa saaat. Di saat itulah aku merasa shock, tidak menyangka ini yang akan ku alami. Pamanku sendiri melakukan hal itu pada ku yang merupakan keponakannya sendiri. remuk rasanya hatiku menyadari hal ini, layu jiwaku. Tak terasa air mataku jatuh membasahi pipiku. Kutepis dulu rasa sakitku, aku harus pergi kesekolah. Mungkin lebih baik kupendam sendiri semua kejadian memalukan yang aku rasakan ini. Dia memang bukan paman yang biasa ku ajak berdiskusi, dia adik ayahku yang bungsu.
"Nin, ayo berangkat" panggil pamanku, "iya paman sebentar lagi, masih sisiran Nina" sambung ku.
sepanjang perjalanan ke salon di dekat sekolahku, aku berfikir keras. Apa yang harus aku lakukan, sungguh aku malu dengan semua yang telah terjadi. Hatiku benar-benar terasa amat sakit. Tuhan apa lagi cobaan yang datang dalam hidupku, mengapa terlalu berat begini. Apakah tidak ada cara lain yang dipilih Tuhan untuk mengujiku. Ataukah ini yang kata orang karma. Ah, aku tak terlalu percaya pada karma. Ya mungkin ini nasib buruk yang harus aku terima.
"kamu hati-hati ya, nanti kalau pulang turun di depan gang rumah aja ya, ini sedikit bekal untukmu Nin" ujar pamanku, "iya makasi paman. Nanti kalau sudah pulang, Nina bakal langsung pulang" ucapku meyakinkan pamanku.
Aku segera menuju perias di salon itu. Setelah selesai berias kami semua yang mengikuti festival itu berangkat menggunakan bus yang di sewa oleh sekolah. Kepala sekolah tidak terlihat di bus itu. Setelah ku cari tahu ternyata kepala sekolah telah menanti kami di kabupaten.
"wah Ada stasiun tv yang meliput kita lo, kita msuk tv, asikk!!" seru seorang teman yang juga mengikuti festival itu.
Hatiku merasa sedikit terhibur dengan hiruk pikuk di acara festival. Sedikit bisa menjadi pelipur laraku untuk sementara. Kira-kira pukul tiga sore acara telah usai. Kami pun beranjak pulang.
"stop pak, saya turun disini saja, rumah saya tidak jauh dari sini" ujarku pada pak sopir.
aku berjalan gontai, kakiku cukup lelah mengitari lapangan selama festival tadi.
"sudah sampai Nin? bagaimana acaranya tadi?" tanya bibi sesampaiku di rumah.
"sudah bi, acaranya bagus, Nina masuk tv lo bi" jawabku dengan riang.
Kemudian aku berganti pakaian dan segera ku basuh tubuhku. Di kamar mandi kembali aku teringat kejadian pagi tadi. Ah, semakin sakit jika terus ku ingat. Sebaiknya aku mmelupakannya atau menganggapnya tak pernah terjadi. Malam ini harusnya aku bisa tertidur pulas, karena rasa lelahku seharian. Ternyata sulit terpejam mata ini, mungkin karena beban fikiran yang terlalu berat saat ini. Aku panjatkan doa pada Tuhan agar bisa nyenyak tidurku malam ini.
"gimana kemarin festivalnya Nin? kamu hebat ya, baru aja pindah udah bisa ikut acara kayak gtu" tegur Fita yang sejak tadi terlihat asik dengan novelnya. "yah lumayan lancar, capek tapi seneng Fit. Aku cuma kebetulan aja Fit, nggak tau juga kenapa bisa dipilih" sambungku.
Tidak ada yang istimewa hari ini disekolah, sama seperti hari-hari lainnya. Sampai disekolah ya hanya belajar kemudian pulang lagi. Belajar, tidur dan sekolah lagi. Begitulah selanjutnya. sampai kejadian tempo hari telah bisa ku lupakan. Aku bersikap biasa saja pada pamanku yang mengintipku tempo hari, anggap tak pernah terjadi hal itu. Jadikan sebuah pelajaran dalam kamus hidupku. Sepertinya itu pelajaran yang akan membuatku memiliki sikap tidak percaya terhadap siapapun juga, meskipun itu saudaraku.
"Nin nanti sore ada tetangga yang nikahan, kamu pergi menghadiri ya, bibi ada urusan sedikit" suruh bibi padaku siang itu. "iya bi nanti Nina saja yang pergi".
Di acara tetangga bibi ku banyak pemuda pemudi yang hadir, tapi aku tak mengenal mereka. Kudengar samar mereka berbisik-bisik membicarakanku. Ah, masa bodoh dengan mereka, aku tak ada urusan dengan mereka. Setelah sepuluh menit aku berada di sana kemudian aku pamit pulang pada empunya acara. Ternyata cukup asik pergi ke acara seperti itu, bisa cuci mata. Malam nanti pastinya akan bermimpi menikah aku ini. Maklum pengaruh acara tadi cukup kuat melekat dalam ingatanku.
Pagi-pagi sekali aku berangkat menuju sekolah agar aku tidak ketinggalan bus. Jika aku menunggu bus ketiga, maka aku akan terlambat tiba di sekolah.
"Nin, besok kan hari minggu, rencana kita-kita mau main ke Parang Tritis ni, kamu ikut ya" ajak Fita. "iya deh, nanti aku ijin paman ku dulu ya. sama siapa aja perginya" sambungku.
"ada 6 orang Nin, temen-temen sekelas kita semua Nin" ujar Fita. kemudian aku mengangguk tanda setuju.
Sesampai di rumah, aku langsung membicarakan rencana tamasya ku pada bibi dan paman. Mereka memberiku ijin, asalkan aku bisa menjaga diri dengan baik, dan akupun mennyanggupi kata-kata paman dan bibi.
"ayo kita berangkat" ujarku pada teman-teman yang sejak tadi telah menunggu kedatanganku. Kami sepakat bertemu didekat sekolah, dan aku sedikit terlambat datang, karena harus menyelesaikan sarapan di rumah. Perjalanan kami amat menyenangkan, banyak tempat yang belum pernah ku lihat sebelumnya. Sungguh indah ciptaan Tuhan yang Maha Agung.
"taraaa, kita udah nyampe di Parang Tritis Nin" teriak seorang temanku, spontan aku terbangun dari lamunanku "oh, iya, waw bagus banget ya tempatnya, ombaknya indah".
"nggak salah kan aku ngajak kamu ke sini Nin?" tanya Fita tiba-tiba, "nggak ko Fit, malah bener banget ni tujuan kamu, aku bener-bener suka, makasi ya".
Bukit-bukit kecil menghiasi sekeliling Parang Tritis. Banyak pasangan dan keluarga yang bertamasya di sana. Kuperhatikan dari kejauhan ada beberapa turis asing yang sedang menikmati keindahan tempat ini. Kususuri tempat ini, hingga ku temukan pedagang kelapa muda. Aku berhenti untuk melepas dahagaku.
"bu, es kelapa nya satu ya" pintaku ke penjual itu.
entah di mana teman-temanku, mereka asik mencari kesenangan tersendiri, begitupun denganku. Air kelapa membasahi tenggorokanku, sangat segar sekali. Dari dulu aku sangat gemar dengan minuman yang satu ini, bahkan rela aku mengeluarkan kocek lebih untuk memperoleh kelapa yang tingkat kemudaannya bagus.
"Nina!!! udah sore ni, ayo kita pulang, nanti terlalu malam sampai dirumah" teriak teman-temanku menyadarkan lamunanku.
"eh, iya, ayo pulang" ujarku singkat.
diperjalanan pulang aku merasa sangat lelah, karena seharian menyusuri Parang Tritis. Akan tetapi ada kepuasan tersendiri yag kudapatkan. Terima kasih teman-temanku, kalian memang teman terbaik yang kumiliki saat ini.
"aku turun sini saja, udah dijemput pamanku" pintaku pada Fita. Fita mengangguk, kemudian mengucapkan selamat tinggal padaku.
Tiba-tiba jantungku berdetak kencang saat melihat nya menjemputku. Tentu bisa kalian tebak siapa dia. Dia adalah paman yang telah mengintipku dulu. Aku gelisah, tetapi tak kuperlihatkan kegellisahanku dihadapannya. Hari sudah cukup malam ketika aku dan pamanku tiba di rumah. kemudian ketika aku hendak masuk kamar, tiba-tiba ia pamanku menarikku ke sofa, dia memelukku erat dan mencium bibirku. Saat itu terasa hancur semua harapanku dan masa depanku. Air mata membasahi pipiku. Aku yang masih duduk di bangku SMP ini hanya tau bahwa itu perbuatan orang yang tak beradab. Apapun dan siapapun dia, perbutannya kali ini sungguh tak bisa ku tolerir lagi. Setelah aku terlepas dari cengkraman maut, aku menangis tersedu-sedu di kamarku. Menangisi betapa bodohnya diriku yang tak bisa melawan. Diriku yang hanya bisa diam ketika diperlakukan seperti itu. Ah, kenapa aku harus tercipta menjadi seorang wanita yang lemah. Tuhan tak adil tehadapku, Dia memberiku cobaan yang melewati batas kemampuanku. Aku tak bisa berfikir jernih, hanya bisa menangis dan mengutuk orang biadab yang telah melakukan ini padaku. Tidak ada lagi saudara, ataupun ikatan darah. Semua yang di dunia ini hanyalah topuan semata yang membunuh diri kita sendiri.
Kuambil secarik kertas, dan aku mulai menulis dalam keputus asaanku.

Teruntuk
Ayah dan Ibu Tercinta

terimakasih telah membasarkan ananda, mengasihi serta membimbing ananda hingga hari ini. sungguh begitu kasih kalian terhadap ananda. ananda merasa sangat beruntung dilahirkan dalam keluarga ini. kali ini ananda memohon maaf yang sebesar-besarmya pada ayah dan ibu apabila ananda tidak bisa mambuat ayah dan ibu bahagia. semoga ayah dan ibu selalu bahagia di dunia ini. ananda pasti akan merindukan kalian semua.

dengan Cinta
Nina

Itulah isi surat yang kutulis untuk orang tuaku. Kuletakkan surat itu di tas sekolahku, berharap mereka akan menemukannya esok hari. Malam ini aku terpaksa tidur dengan kehidupanku yang telah hancur. air mataku tak mampu lagi megalir, mungkin sudah terlalu sakit sehingga mataku tak bisa merasakannya lagi.
Pagi-pagi sekali aku bangun dengan terhuyung-huyung. Tak satupun di rumah ini yang sudah bangun kecuali aku. Kulangkankan kakiku menuju Waduk yang terdekat dari kediaman pamanku. Dalam hati ku ucapkan berjuta maaf dan berjuta kerinduan pada orang tuaku. Sesungguhnya aku sangat merindukan kalian, tetapi aku tak pantas menemui kalian lagi. Tak terasa aku telah sampai di Waduk, kuamati setiap sudut waduk ini. Airnya tenang, kicau burung terdengar dikejauhan. Sepertinya ia menyambut kehadiranku ini. Ah, dingin sekali rupanya air ini. Itu yang kurasakan ketika kakiku menyentuh air Waduk ini. Perlahan tetapi pasti aku melangkah ketengah waduk yang semakin dalam, meninggalakan semua yang kucintai.


*Cerita ini sy dedikasikan untuk seorang teman yang masa depannya telah hancur karena pelecehan seksual yang ia alami. Pesan yang sy tanamkan dlm crta ini sesungguhnya supaya siapapun yang mengalami hal seperti ini, bukanlah merupakan akhir dari segalanya. Tataplah ke depan, karena masa depan menyambutmu denga senyumnya yang indah.

Sunday, March 18, 2012

Benderang Puputan Badung


Sorot lampu lapangan Puputan Badung menyinari raut wajah yang sepertinya sedang menahan beban. Ya, itu memang wajahku, wajah yang berusaha menutupi segala keresahan yang kurasakan dari sahabatku yang ku ajak bersama malam itu. "kenapa tumben malam minggu malah jalan denganku, bagaimana acara nge-date dengan pacarmu?" tanya sahabatku dengan rasa curiga. Ah, sebenarnya aku enggan sekali mengatakan apa yang sedang ku rasakan saat itu, tidak ingin membuatnya merasa khawatir terhadapku. Ya, memang benar aku hanya diam sambil tersenyum menanggapi pertanyaannya seraya berjalan menuju penjual jagung. "mas ini jagung manis atau biasa ya", "manis mbak" jawabnya singkat. Aku memilih jagung rebus karena baru pulih dari infeksi tenggorokan yg menimpaku tempo hari, sedangkan sahabatku memilih jagung bakar. Ya, dia memang sangat menyukainya. Sesekali aku menatap ke arah kantor pemerintahan yang ada diseberang lapangan. Di gerbangnya ada seorang tentara yang sedang berjaga, sepertinya cukup rupawan. Samar ku dengar ia sesekali memanggil kami dengan maksud menggoda. Aku hanya tertawa kecil melihat tingkah lucunya itu. Setelah membayar jagung, kami berjalan menuju tengah lapangan sambil menerawang di mana ada sedikit ruang untuk kami duduk. Tiba-tiba sahabatku memecah lamunanku "kayaknya di tengah lapangan itu cukup bgus tempatnya untuk menikmati suasana di sini", "oh, iya sepertinya juga begitu" jawabku. Kami kemudian duduk di sana, ya tempat yang cukup nyaman memang. Di belakang kami ada pedagang *"arum manis" dan *"kitiran", didepan ada sepasang dewasa yang sedang memadu kasih, disamping kiri agak jauh dari tempat kami duduk ada beberapa laki-laki yang sedang berkumpul dan disamping kanan sebuah keluarga bermain-main dengan anak balita mereka.
"kenapa kamu sebenarnya, dari tadi aku melihat wajahmu dan kelakuanmu aneh tidak seperti hari-hari lain, ceritalah kalau ada yang mengganggu fikiranmu" sela sahabatku, "ah, cuma perasaanmu saja, aku baik-baik saja tidak terjadi apapun, hanya saja ingin mengobrol bersamamu" tetapi sesungguhnya bukan itu yang ada dibenakmu, ada keresahan yang ku sembunyikan. Sambil tersenyum sinis aku berfikir sahabatku memang selalu jeli menebak suasana hatiku, tak salahlah dia yang menjadi tempatku berkeluh kesah meminta bantuan dan nasihatnya. "ah, apalah yang mereka peroleh tiap malam melakukan "sing n dance" disini tiap malam" fikirku ketika memperhatikan sekelompok orang di pojok lapangan. Memang beraneka macam orang, pasangan, dan kelompok yang ada disini tau lebih tepatnya bisa dikatakan taman bermain, karena lebih banyak anak-anak yang bercanda ria disini. "tunggu sebEntar, aku mau beli arum manis dulu ya, jagung udah habis ni, hehe" ucapku pada sahabatku. "pak berapa satu, saya mau satu yang putih ya", " 3000 mbak," kata si penjual arum manis padaku. Aku menikmati arum manis hampir sendirian, karena sahabatku kurang berminat untuk arum manis malam itu. Kami lebih banyak diam menikmati suasana Puputan Badung, hanya sesekali tertawa melihat hal-hal di sekitar kami.Ingin sekali rasanya aku bercerita padanya tentang yang kuresahkan hari itu, tetapi rasanya seperti ada batu kedondong yg menyangkut ditenggorokanku sehingga tak sepatah katapun terucap dari Bibirku. Hah, memang tidak nyaman rasanya jika harus menyimpan semuanya sendirian, apa daya kali ini rasanya lebih baik diam dulu. Tiba-tiba ada seorang balita yang sangat manis lewat didepan kami bersama ayahnya. Terfikirlah olehku betapa senangnya menjadi balita itu bisa tertawa riang yang tidak harus memikirkan masalah-masalah yang ada saat beranjak menjadi orang dewasa. Andai bisa waktu diputar kembali, ingin sesaat merasakan masa itu lagi.
"ayo kita cari soto atau apa gitu, setelah itu baru kita pulang" ucapku pada sahabatku setelah merasa cukup lama menikmati suasana Puputan Badung yang ramai. "maunya kemana, gimana kalau ke *"Kreneng" aja?" tanyanya padaku. Aku mengangguk tanda setuju. "Kreneng" cukup terkenal dengan pusat makanannya pada saat malam hari, apapun yang kita cari tersedia disana, tentunya dengan harga yang pas dengan kantong mahasiswa seperti kami.
Kami melangkahkan kaki kami menuju parkir dimana kami meletakkan motor. Sesekali terdengar para laki-laki menggoda kami. maklum saja kami hanya berdua, yang biasa mereka lihat kebanyakan pergi dengan pasangannya, tetapi kami dua orang wanita. Cukup lucu memang, tetapi mungkin lebih tenang rasanya begitu malam itu. Ada sedikit kejadian konyol saat hendak mencari letak motor, kami lupa sama sekali dimana meletakkannya. Padahal kami belum setua itu rasanya, tetapi ingatan kami sudah seperti umur 40-an. Untunglah segera kami menemukan motor kami. Jarak antara Puputan Badung dan "Kreneng" cukup dekat, Hanya sekitar 300 meter. Sesampai di "Kreneng" kami memilih parkir ditempat yang mudah diingat, agar tidak lagi terjadi seperti di Puputan Badung. Suasana malam itu di "Kreneng" sangat ramai. Kami harus berjalan agak ke dalam untuk menemukan soto ayam yang tidak terlalu ramai pengunjung. Ahirnya kami menemukannya juga, rasanya sudah tak sabar menyantapnya. Sahabatku meminta pendapatku "di sini mau? atau mau cari yang lain dUlu?" , "ya, di sini aja, gx terlalu sepi dan gx terlalu ramai juga kan, kayaknya sih enak" ucapku. "mas, soto ayam dua, minumnya teh hangat dua, satu tanpa gula ya tehnya" teriak sahabatku memesan soto. Tak lama, pesanan kami pun datang, segera saja kami menyantapnya. Ya, memang benar rasanya lumayan enak tidak mengecewakan lidah kami. Baru saja setengah kami menyantap soto, tiba-tiba angin sangat kencang disertai hujan deras. Pengunjung "Kreneng" semua berlarian ketakutan sambil komat-kamit berdoa memohon keselamatan. Kami berusaha tak panik dengan tetap melanjutkan santapan kami, tetapi dalam hati sungguh rasanya gelisah sekali sepertinya malam itu hendak berakhir nafas ini. Aku dan sahabatku berdoa dalam hati memohon kemurahan hati Yang Esa untuk meredakan amarahnya malam itu pada manusia. Semua tenda-tenda penjual makanan di "Kreneng" hendak roboh, mereka berusaha menahan tenda tersebut agar tidak sampai roboh. Ada orang tua, muda, dan anak-anak yang berlindung di bawah tenda-tenda itu. Air mulai menggenangi kawasan "Kreneng", sungguh tak bisa ku bayangkan yang akan terjadi malam itu. Kenyataaan yang terburuklah yang ku perkirakan. Handphone pun tak berani ku hidupkan, karena petir sangat kuat dan menakutkan sekali. Setelah cukup lama, para pedagang mulai membongkar tenda mereka, kami pun memutuskan untuk menerobos hujan. Kami berlari kearah tempat parkir, untungnya setelah sampai ditempat parkir angin mulai mereda tak sekencang pada saat awal hujan. Dengan menggunakan jas hujan kamipun menerobos pulang kerumah. Mungkin jas hujan tidak terlalu membantu kami, karena sebelumnya kami sudah basah kuyup. Di perjalanan pulang aku merasakan kepala ku sakit sekali, tanda-tanda keadaan tubuhku kurang sehat. Aku menguatkan diriku agar aku tiba di indekost dengan selamat. Setelah cukup dekat dengan rumah sahabatku, kami berpisah, karena jarak indekost ku masih sekitar 300 meter dari rumah sahabatku. "hati-hati ya" ucap sahabatku memperingatkanku, "ya pasti, kamu juga mandi sampai di rumah supaya gx sakit ya" balasku. Sesampai di indekost aku langsung membasuh tubuhku takut semakin buruk kondisi tubuhku jika tak segera dibasuh. Kemudian selesai membasuh tubuh, aku mengakses facebook dan mengaktifkan handphone ku sejenak menunggu rambutku setengah kering. "sudah di kos?" itulah sms yang tertera di layar handphone dari sahabatku. "sudah, qm udah mandi biar gx sakit" balasku. Sambil menunggu sms selanjutnya aku menulis status di facebook, "thx u sista, n i'am sorry make u wet" tulisku pada kolom update status facebook. Setelah kurasa cukup kering rambutku, segera ku matikan laptop kemudian menyambangi tempat tidurku. Saat ku cek handphone ada sebuah sms yang bertulis "sudah mandi baru aja". Ya, sudah bisa ditebak sms itu dari sahabatku. Kuketik pesan untuk membalas sms sahabtku "syukurlah, ya aq bobo duluan ya, kpla skit bnget, night". Akupun pergi tidur, di benakku terbersit rasa bersalah, karena sahabatku basah kuyup juga sepertiku dan aku juga sangat berterimakasih padanya yang selalu ada disaat apapun. Di lain sisi ada yang masih mengganjal di hatiku karena belum bisa berkata jujur tentang keresahanku malam itu.

nb: *Kitiran = mainan anak-anak yang bisa terbang seperti baling-baling dan ada lampunya.
*Kreneng = terminal sekaligus pasar Tradisioanl dan pasar malam di Denpasar, Bali, dikenal sebagai pusat makanan dan pakaian murah saat malam hari.
*Arum manis = makanan ringan yang di olah dari gula pasir yang digiling putar
sehingga terbentuk benang-benang halus yang kemudia menjadi gumpalan seperti busa.

Thursday, March 8, 2012

believe or not


handphone q bergetar ketika q sedang tertidur sore itu, tapi belum juga q terbangun. 4 menit kemudian aq terbangun, kubuka mata q perlahan dan q buka pesan di handphone. terlihat 3 pesan di handphone q, tetapi yang membuat q terkejut adalah pesan dr nomor handphone q sendiri yang berisikan "hey ayu, wake up now u want go to learn, bye ". aq tidak pernah mengirim pesan sebelumnya menggunakan handphone q ke nomor q sendiri, dan handphone q pun terletak ditempat tidur. aq pun tertidur dengan sadar bukan tidur dengan nyenyak. aq mulai bingung, memang benar hari itu aq ada jam kuliah sore sekitar pukul 5 sore. tetapi aq tidak pernah bercerita apalagi mengatakan pada orang lain untuk membangunkanku. ini sungguh di luar nalarku. sampai di kampus pun aq tetap tidak bisa konsentrasi karena memikirkan sms yg dikirim oleh nomor q sendiri. sejak lahir hingga saat ini baru pertama kali aq mengalami kejadian seperti ini. yang anehnya pesan tersebut dalam bahasa inggris, seolah mengerti bahwa aq menyukai bahasa ini. aq percaya Tuhan mahakuasa, tetapi apakah ini caraNya menyapa q, ataukah ini hanya fantasi q??
akan tetapi jika ini sebuah fantasi, bagaimana bisa ini terjadi? tidak ada pesan terkirim dari nomor ku untuk nomorku, yang ada hanya pesan yg q terima dari nomor q sendiri. sampai saat ini pesan tersebut masih kusimpan dengan baik di handphone q. dari kejadian ini aku semakin yakin bahwa Tuhan punya banyak cara untuk menegur umatnya, dan Tuhan selalu ada untuk umatnya, baik itu buruk atau baik tetap Ia sayangi dengan sepenuh hati. Terimakasih Tuhan Kau sentuh aku dengan kasihMu yang amat besar. sungguh sebuah keajaiban yg kurasakan oleh karena Mu ... semoga aq bisa menjadi umat yg bisa mengasihiMu dengan caraku dan dengan jalan yang baik ...