Thursday, February 10, 2011

Kumpulan Puisi

Chairil Anwar

Derai-derai Cemara


cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

1949


























Chairil Anwar

Aku

Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang’ kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Maret 1943



















Chairil Anwar

Senja di Pelabuhan Kecil

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap














Sutardji Calzoum Bachri


Perjalanan Kubur

Luka ngucap dalam badan
Kau telah membawaku ke atas karang ke atas gunung
Ke bintang-bintang
Lalat-lalat menggali perigi dalam dagingku
untuk kuburmu alina

untuk kuburmu alina
aku menggaligali dalam diri
raja dalam darah mengaliri sungaisungai mengibarkan bendera hitam
menyeka matahari membujuk bulan
teguk tangismu alina

sungai peri ke laut membawa kubur-kubur
laut pergi ke laut membawa kubur-kubur
awan pergi ke hujan membawa kubur-kubur
hujan pergi akar ke pohon ke bunga-bunga
membawa kuburmu alina
























Sutardji Calzoum Bachri

Tanah Airmata

tanah airmata tanah tumpah dukaku
mata air airmata kami
airmata tanah air kami

di sinilah kami berdiri
menyanyikan airmata kami

di balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami

kami coba simpan nestapa kami
kami coba kuburkan dukalara
tapi perih tak bisa sembunyi
ia merebak kemana-mana

bumi memang tak sebatas pandang
dan daun luas menunggu
namun kalian tetap tak bisa menyingkir
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di airmata kami
ke manapun berlayar
kalian arungi airmata kami
kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa kemana pergi
menyerahlah pada kedalaman airmata kami












Sutardji Calzoum Bachri

Walau

Walau penyair besar
takkan sampai sebatas allah

dulu pernah kuminta tuhan
dalam diri
memang tak

kalu mati
mungkin matiku bagai batu tamatbagai pasir tamat
jiwa membumbung dalam baris sajak

tujuh puncak-membilang-bilang
nyeri hari mengucap-ucap
di butir pasir kutulis rindu-rindu

walau huruf habislah sudah
alifbataku sebelum sebatas allah

























Taufik Ismail

Membaca Tanda-Tanda

Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas
dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari kita

Ada sesuatu yang mulanya
tak begitu jelas
tapi kini kita mulai merindukannya

Kita saksikan udara
abu-abu warnanya
Kita saksikan air danau
yang semakin surut jadinya
Burung-burung kecil
tak lagi berkicau pagi hari

Hutan kehilangan ranting
Ranting kehilangan daun
Daun kelihangan dahan
Dahan kehilangan hutan

Kita saksikan zat asam
didesak asam arang
dan karbon dioksid itu
menggilas paru-paru

Kita saksikan
Gunung membawa abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air membawa banjir
Banjir membawa air
Air mata

Kita telah saksikan seribu tanda-tanda
Bisakah kita membaca tanda-tanda?

Allah kami
Kami telah membaca gempa
Kami telah disapu banjir
Kami telah dihalau api dan hama
Kami telah dihujani abu dan batu

Allah ampuni dosa-dosa kami

Beri kami kearifan membaca
Seribu tanda-tanda

Karena ada sesuatu yang rasanya
mulai lepas dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari

Karena ada sesuatu yang mulanya
tak begitu jelas
tapi kini kami
mulai
merindukannya



























WS. Rendra
Kangen
Kau tak akan mengerti bagaimana kesepianku
menghadapi kemerdekaan tanpa cinta
kau tak akan mengerti segala lukaku
karena cinta telah sembunyikan pisaunya.
Membayangkan wajahmu adalah siksa.
Kesepian adalah ketakutan dalam kelumpuhan.
Engkau telah menjadi racun bagi darahku.
Apabila aku dalam kangen dan sepi
itulah berarti
Aku tungku tanpa api.

















Ahmadun Yosi Herfanda

Sembahyang Rumputan

aku, rumputan
tak pernah lupa sembahyang
- inna sholaati wa nusuki
wa mahyaaya wa mamaati
lillahi Robbil ’alamin

topan melanda padang ilalang
tubuhku bergoyang-goyang
tapi tetap teguh dalam sembahyang
dan akarku yang mengurat di bumi
tak berhenti mengucap shalawat nabi

tebanglah aku
akan segera tumbuh sebagai rumput baru
bakarlah daun-daunku
aku bertunas melebihi dulu

aku, rumputan
kekasih Tuhan
di kota-kota disisihkan
alam memeliharaku subur di hutan
aku rumputan
tak lupa sembahyang:
-inna sholaati wa nusuki
wa mahyaaya wa mamaati
lillahi Robbil ’alamin

pada kambingdan kerbau
daun-daun muda kuberikan
pada bumi aka-akar kupertahankan
agar tidak kehilangan akar keberadaan

di bumi terendah akuberada
tapi zikirku bergema
di langit cakrawala:
- La illaha illallah
Muhammadar Rasullullah

aku rumputan
kekasih Tuhan
segala gerakku
dalah sembahyang
1986
Sapardi Djoko Damono
Selamat Pagi Indonesia
selamat pagi Indonesia, seekor burung mungil mengangguk
dan menyanyi kecil buatmu
aku pun sudah selesai, tinggal mengenakan sepatu
dan kemudian pergi untuk mewujudkan setiaku kepadamu
dalam kerja yang sederhana
bibirku tak bisa mengucapkan kata-kata yang sukar
dan tanganku terlalu kurus untuk mengacu terkepal
selalu kujumpai kau di wajah anak-anak sekolah,
di mata para perempuan yang sabar,
di telapak tangan yang membatu para pekerja jalanan,
kami telah bersahabat dengan kenyataan
untuk diam-diam mencintaimu
pada suatu hari tentu kukerjakan sesuatu
agar tak sia-sia kau melahirkanku
seekor ayam jantan menegak, dan menjeritkan salam padamu,
kubayangkan sehelai bendera berkibar disayapnya
aku pun bergi bekerja, menaklukkan kejemuan,
merubuhkan kesangsian,
dan menyusun batu demi batu ketabahan, benteng kemerdekaanmu
pada setiap matahari terbit, o anak jaman yang megah,
biarkan aku memandang ke timur untuk mengenangmu
wajah-wajah yang penuh anak-anak sekolah berkilat,
para perempuan menyalakan api,
dan di telapak tangan lelaki yang tabah
telah hancur kristal-kristal dusta, khianat dan pura-pura
selamat pagi, Indonesia, seekor burung kecil
memberi salam kepada si anak kecil
terasa benar, aku tak lain milikmu.









Ari Pahala Hutabarat

Warna Mata Langit

memandang langit
warnanya—
ada di dalam mataku

di dalam mataku
berkelebat rasa malu
dosa yang mendesah di balik pintu

tapi, sebilah pintu
tak pernah tegas menjelaskan
yang mana ruang teras atau ruang tamu

dulu, di ruang tamu itu
kita pernah berdebat
soal warna langit

warna langit, menurutku
bergantung masa lalu
yang ada dalam mataku











Subagio Sastrowardoyo
Manusia Pertama di Angkasa Luar
Beritakan kepada dunia
Bahwa aku telah sampai pada tepi
Darimana aku tak mungkin lagi kembali.
Aku kini melayang di tengah ruang
Di mana tak berpisah malam dengan siang.
Hanya lautan yang hampa dilingkun cemerlang bintang.
Bumi telah tenggelam dan langit makin jauh mengawang.
Jagat begitu tenang. Tidak lapar
Hanya rindu kepada istri, kepada anak, kepada ibuku di rumah.
Makin jauh, makin kasih hati kepada mereka yang berpisah.
Apa yang kukenang? Masa kanak waktu tidur dekat ibu
Dengan membawa dongeng dalam mimpi tentang bota
Dan raksasa, peri dan bidadari. Aku teringat
Kepada buku cerita yang terlipat dalam lemari.
Aku teringat kepada bunga mawar dari Elisa
Yang terselip dalam surat yang membisikkan cintanya kepadaku
Yang mesra. Dia kini tentu berada di jendela
Dengan Alex dan Leo, --itu anak-anak berandal yang kucinta--
Memandangi langit dengan sia. Hendak menangkap
Sekelumit dari pesawatku, seleret dari
Perlawatanku di langit tak terberita.
Masihkah langit mendung di bumi seperti waktu
Kutinggalkan kemarin dulu?
Apa yang kucita-cita? Tak ada lagi cita-cita
Sebab semua telah terbang bersama kereta
ruang ke jagat tak berhuni. Berilah aku satu kata puisi
daripada seribu rumus ilmu yang penuh janji
yang menyebabkan aku terlontar kini jauh dari bumi
yang kukasih. Angkasa ini ini bisu. Angkasa ini sepi
Tetapi aku telah sampai pada tepi
Darimana aku tak mungkin lagi kembali.
Ciumku kepada istriku, kepada anak dan ibuku
Dan salam kepada mereka yang kepadaku mengenang
Jagat begitu dalam, jagat begitu diam.
Aku makin jauh, makin jauh
Dari bumi yang kukasih. Hati makin sepi
Makin gemuruh.
Bunda,
Jangan membiarkan aku sendiri.

Acep Zamzam Noor

Sungai dan Muara

Kesepian telah meyakinkan kita
Bahwa setiap sudut bumi menyimpan sisi gelap
Yang berbeda. Dari getar tanganmu aku dapat meraba
Musim dingin tak pernah memadamkan matahari sepenuhnya
Sedang dari mataku kau melihat hujan segera menyusut
Lalu kita berpelukan seperti dua musim yang bertemu
Dalam kesepian yang sama. Kita menyalakan tungku di kamar
Sambil seluruh pakaian kepercayaan dan keyakinan kita
Menjadi asap yang memenuhi ruang dan waktu

Kita tak mengundang salju turun membasahi ranjang
Tapi detik-detik menggenang dari cucuran keringat kita
Kuraba setiap lekuk tubuhmu seperti meraba setiap sudut
Bola dunia. Aku tergelincir di belahan bumi yang landai
Atau terengah di belahan lain yang berbukit-bukit
Lalu kau sentuh kemarauku dengan tangan musim semimu
Hingga rumput-rumput menghijau di seluruh tubuhku
Dan kita berciuman seperti bertemunya sungai dan muara
Yang saling mengisi dan sekaligus melepaskan

1992

























Afrizal Malna

Mitos-Mitos Kecemasan

Kota kami dijaga mitos-mitos kecemasan. Senjata jadi
kenangan tersendiridi hati kami, yang akan kembali
membuat cerita, saat-saat kami kesepian. Kami telah
belajar membaca dan menulis di situ. Tetapi kami sering
mengalami kebutaan, saat merambah hari-hari gelap
gulita. Lalu kami berdoa, seluruh kerbau bergoyang
menggetarkan tanah ini. Burung-burung berterbangan
memburu langit, mengarak gunung-gunung keliling
kota.

Negeri kami menunggu hotel-hotek bergerak
membelah waktu, mengucap diri dengan bahasa asing.
O, impian yang sedang membagi diri dengan daerah-
daerah yang tak dikenal, siapakah pengusaha besar yang
memborong tanah ini. Kami ingin tahu di mana anak-
anak kami dilebur jadi bensin. Jalan-jalan bergetar,
membuat kota-kota baru sepanjang hari.

Radio menyampaikan suara-suara ganjil di situ, dari
kecemasan menggenang. Seperti tak ada, yang bias
disapa lagi esok pagi.

1985













D. Zawawi Imron

Ibu

kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
sumur-sumur kering , daunan pun gugur bersama reranting
hanya mata air airmatamu, ibu, yang tetap lancer mengalir

bila aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran hutang padamu tak kuasa kubayar

ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang menyerbak bau sayang
ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
aku mengangguk meski kurang mengerti

bila kasihmu ibarat samudera
sempit lautan teduh
tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempat kuberlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu, ibu, yang akan kusebut paling dahulu lantaran aku tahu
engkau ibu dan aku anakmu

bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu tunjukan telah kukenal

ibulah itu, bidadari yang berselendang bianglala
sesekali datang padaku
menyuruhku menulis langit biru
dengan sajakku

1966







Jamal D. Rahman

Di Dasar Rumput

bagaimana aku harus melabuhkan bisi-bisik daunan
di hatimu? dari gelombang ke gelombang aku terhempas
dan pingsan pada sebuah bukit. di gang-gang keperihan
kusimpan lautan kesepian

di dasar rumput itu kuhanyutkan suaramu
memangil-manggil sukmaku yang tak habis-habis merenungi
jejak burung-burung menghapus wajahmu pada cermin
yang retak. pantai bergerak ketika kutengadahi
gerimis bintang. di mimpimu, kuhaturkan
cermin yang retak itu!

bagaimana aku harus mengaduh kepadamu
di hutan gerimis. daun-daun menghentikan waktu
dan suara-suara hinggap di hutan itu
o dunia, kapan hijau matamu
harus kuterjemahkan, ke dalam gelombang yang diam

di dasar rumput, sekali lagi kuhanyutkan
suaramu, bersama bianglala dan airmata yang menguras
darahku

1989













Isbedi Stiawan ZS

Aku Tandai

aku tandai tahilalatmu dari dunia kanak-kanak
yang tak akan pernah terhapus bilangan. sampai hafal benar
aku pada lekuk dan gerakmu, seperti aku mengenal
tubuhku sendiri

dari akar dan batang rumputan yang pernah kita
petik dulu, kini telah pula jadi pohon:
menahan terik, menepis gerimis supaya tak sampai
menggores tanda di tubuhmu-tahilalat itu-yang
senantiasa kuingat dan jadi ciri ke mana kau merantau

tahilalat yang tumbuh dari dunia kanak-kanak itu
akan selalu kuingat, bahkan jadi bunga setiap kali aku tertidur
meski tak beraroma, akan kuhidupi pula lekuk dan
gerakmu dalam gerakku pula. lalu aku menari di antara
tanah yang subur bagi mekarnya perjalanan ini

ya. aku tandai tahilalatmu yang masih kukenang dari
dunia kanak-kanak kita. seperti sebuah album,
sebagaimana kita menyatu dalam rumah tangga
besar. lalu bercakap-cakap tentang terik dan gerimis
dalam hidangan di piring saat pagi dan petang

Kumpulan Cerpen

Cerpen: Iswadi Pratama

Tas Ransel Biru, Dua Buku Tulis, dan Taman

1.
Tas ransel biru itu sudah diletakkanya di balik pintu. Itu kali pertama ia pergi sendiri, tanpa tasnya.
Saat kutanya mengapa? Ia bilang hanya ingin merasakan bahunya yang mulai sering kesemutan
jadi ringan dan dingin dihembus angin. Maka ia melepas juga kemeja yang tak pernah lengkap kancingnya lalu menyusuri jalan-jalan sepanjang kota. Sejak itu aku tak banyak tahu tentang dia.
Suatu hari, seorang anak menemukan ransel biru itu dan memamerkan pada teman-temanya
Seperti yang bisa kau duga; mereka membukanya dan menemukan dua buah buku tulis bergambar laut dan seseorang. Pada buku bergambar seseorang itu, seluruh halaman penuh catatan. Sedangkan pada buku bergambar lautan mereka hanya menemukan beberapa baris kalimat yang seperti keluhan dan mereka tak mengerti apa maknanya. Anak-anak itu cuma menduga; kalimat itu ditulis untuk bersedih dan seperti yang bisa kau duga. Mereka gunakan dua buku tulis itu untuk bergembira; membuat perahu, kapal terbang, topi pak tani, sebagian mereka bakar untuk membumihanguskan sarang semut di bawah pohon mangga tempat mereka bermain. Menjelang sore, mereka membuang tas ransel biru itu karena takut kalau-kalau pemiliknya menemukan mereka.
Maafkan aku, Cuma sampai di sini aku bisa menceritakan. Hei, mengapa kau menangis...? Apa...? Salah satu buku itu milikmu…?

2.
Ya. Buku bergambar laut itu milikku. Kami pernah berjanji untuk selalu menuliskan apa saja di buku yang kami beli bersama itu, lalu saling membacakanya setiap bertemu di taman ini. Tapi aku tak pernah bisa menuliskan apapun selain beberapa baris kalimat. Maka suatu hari, kutinggalkan saja buku itu di taman ini. Sejak itu aku tak pernah datang lagi. Aku memang sempat mendengar dari seorang teman, ia selalu datang dan membacakan catatanya. Ia telah menyimpanya sekian lama, dan kini ia tak bisa lagi.






Cerpen: Sapardi Joko Damono

Sungai
ku bersahabat dengan sebuah sungai. Sejak muncul di mata air gunung itu, ia sepertinya mengenalku dan tampaknya jatuh cinta padaku. Ia tidak bertepuk sebelah tangan. Tentu aku tidak tau mengapa. Pada hakekatnya ia baik meskipun perangainya suka berubah-ubah, itu menurut penilaian sementara orang. Ia menjalani hidup yang sukar. Begitu muncul dari mata air, ia harus mencari jalanya sendiri, meliuk-liuk, terus bergerak agar tetap dianggap sebagai sungai.
Kami selalu bercakap-cakap tentang segala sesuatu yang ditempuhnya. Katakanlah, kesukaran hidupnya. Lereng gunung, hutan, daaerah yang terjal berbatu-batu, lembah yang tak terbayangkan luasnya-malah di beberapa tempat ia harus terjun beberapa ratus meter tingginya. Dan orang merayakanya.
Di musim hujan air tercurah dari langit sering tidak bisa ditampungnya. Bahkan ia yang berasal dari mata air gunung itu seolah lenyap begitu saja dalam banjir yang konon bisa menghanyutkan apa saja. Tetapi ia tidak pernah mengeluh dan oleh karenanya aku bahkan semakin mencintainya. Di dalam perjalanan hidupnya yang sukar itu aku senantiasa menemaninya. Aku diam-diam mencintai kelokan-kelokanya, yang jika dipandang dari atas seperti lukisan abstrak. Aku diam-diam mengagumi suara riciknya ketika ia bernyanyi menghindari bebatuan, disaksikan pohonan rindang yang tumbuh disepanjang tepinya. Apalagi jika kebetulan ada beberapa ekor burung yang berkicau di ranting-ranting pohonan itu. Aku, terutama sekali, suka diam-diam terpesona oleh gemuruh suaranya ketika ia harus terjun dari ketinggian ratusan meter-itu mengingatkanku pada beberapa penggal sampak dalam gending Jawa dan simponi Bethoven. Di beberapa tempat ia bahkan menggodaku untuk terjun ke airnya yang jernih dan tenang; ini adalah puncak cinta kita, katanya.
Singkat kata, kami senantiasa bersama-sama. Sampai pada suatu waktu kami harus menyeberangi sebuah padang pasir. Ia tampak bingung, gamang. Seperti putus asa. Bujukanku tak mempan; aku akan lenyap dan meninggalkanmu, katanya. Tidak kau akan menyusup di bawah samudra pasir itu dan tidak akan lenyap, kataku. Aku sendiri sebenarnya agak ragu-ragu dan cemas. Namun aku yakin bahwa cinta kami tidak akan terpisahkan, bahkan oleh padang pasir. Kami pun akhirnya tetap harus terpisah meskipun saling mencintai. Katanya ia akan menyusup di bawah samudra pasir itu sementara aku diharapkanya untuk terus melanjutkan perjalananku. Dalam perjalananku di bawah matahari yang terik, tanpa putus asa, agar bisa mencapainya jauh di bawah sana. Hanya dengan begitu ia akan muncrat ke atas dan menjelma genangan air kecil; itulah wujud cinta kami.
























Cerpen: Mario Levrero

Catatan-catatan dari Buenos Aires

31.01.86
ku membuka pintu. Tidak, tidak tepat begitu, maksudku pintu itu memang ada di sana. Aku di depanya. Aku di sisi ini, pintu itu di sana; pintu itu tertutup, maka aku buka pintu itu. Tapi, aku bermaksud bahwa pintu itu terkunci;aku tak punya kuncinya. Aku juga tidak menggunakan gagang pintu, karena kenyataanya bahwa pintu itu tertutup. Tertutup sama sekali. Aku tak membukanya tapi ia memang ada di sana;aku mendorongnya dan pintu itu bergerak. Tak cukup itu, aku mendorongnya lagi, sedikit lebih keras. Tapi aku tak melakukanya; aku juga tak mendorongnya. Aku membuka pintu, dan aku berdiri di sana, menunggu.
Duduk di sebuah bangku di taman aku melihat burung merpati; tidak murni, karena kau bisa melihat yang lainya; tapi maksudku aku berhasil mengemukakan pendapatku tentang merpati, sesuatu yang hingga kini membuatku secara samara-samar membuatku merasa gelisah. Seperti halnya tikus ditanggapi sebagai sesuatu yang buruk, aku menyimpulkan, merpati ditanggapi dengan baik, keduanya tak dapat digabungkan. Aku bisa mengamati seekor tikus yang terperangkap beberapa waktu lalu di halaman rumah, dan menurutku binatang itu adalah makhluk yang amat cerdas, nakal, lembut, dan bersahabat. Merpati disisi lain, bersifat konyol, serakah dan amat kacau dalam perkelaminan, senada dengan kenyataan bahwa mereka tidak memiliki kecerdasan dan perasaan. Membuatku heran kenapa orang-orang memberi mereka makan. Seluruh industri tumbuh di sekitar itu; di sini, di lapangan ini, ada beberapa orang menjual ”makanan merpati” (yang kenyataanya sangat mirip dengan jagung). Mereka menjualnya dalam paket-paket persegi kecil, dan kelihatan bahwa mereka memang mejualnya, sebab aku melihat mereka di sini setiap hari untuk waktu lama dan mereka belum menunjukkan tanda-tanda menginginkan perubahan karir.
Ada seorang anak yang berumur 13 atau 14 yang menjadi operator yang sukses. Dia merangkai sebuah benda dengan sepotong kayu di atasnya, dan kemudian turun untuk membuat menara mungil dengan kantong persegi; ia memulai dengan dua potong, di sudut kanan yang sebelumnya, dan yang lainya di atas dengan posisi yang sama dengan dua yang pertama, dan seterusnya; ia melakukanya dengan cepat dan terampil.
Bagaimanapun, aku membenci merpati-merpati yang terpelanting saat berjalan, serupa dengan ayam betina dan perempuan-perempuan gemuk; dan kesimpulan akhirku adalah aku merasa jijik pada merpati dan ayam betina, semacam karikatur tentang perempuan. Tapi jauh di dalam hatiku, sesuatu berbisik padaku bahwa yang paling karikatural adalah ekspresi inti seorang perempuan (sesuatu yang tak bisa kuterima). Itulah yang terjadi padaku






















Cerpen: Gabriel Garcia Marquez


Sepetong Kesunyian Bernama Cinta


Ia tak pernah berjalan jauh sebelumnya. Ia membawa kopor seng berisi pakaian, novel-novel bergambar yang ia beli setiap bulan dan buku-buku berisi puisi cinta yang ia kutip dari ingatan dan nyaris rusak karena terlalu sering dibaca. Ia tak membawa biola miliknya, karena benda itu membawa sial, tetapi ibunya selalu menyuruhnya membawa petat; sebuah tempat tidur gantung lipat dengan bantal, selimut dan kelambu yang terkemas rapi. Florentino Ariza tak ingin membawanya sebab menurutnya benda-benda itu tak akan berguna di sebuah kamar yang menyediakan peralatan tidur, tetapi sejak malam pertama ia punya alasan untuk bersyukur atas firasat ibunya. Pada saat terakhir sebelum keberangkatan, seorang penumpang memakai setelan malam naik ke atas kapal. Ia baru datang pagi itu dari sebuah kapal yang bertolak ke Eropa dan ditemani oleh gubernur. Orang itu ingin langsung melanjutkan perjalananya bersama istri dan putrinya, juga pelayan serta tujuh koper berwarna emas yang tampak terlalu berat untuk dibawa menaiki tangga. Untuk melayani penumpang tak terduga ini, kapten kapal, seorang lelaki bertubuh raksasa dari Curacao, menghimbau rasa patriotisme para penumpang. Dalam bahasa campuran Spanyol dan Curacao, ia menerangkan pada Florentino Ariza bahwa penumpang bersetelan malam itu adalah duta besar Inggris yang baru dan ia sedang menuju ibu kota republik. Ia menerangkan pada Florentino betapa kerajaan itu telah banyak membantu perjuangan kemerdekaan mereka melawan Spanyol dan sebagai balasanya tak ada pengorbanan yang lebih besar selain mengizinkan sebuah keluarga merasa lebih nyaman berada di negerinya sendiri. Florentino Ariza tentu saja merelakan kamarnya.
Pada mulanya ia tak menyesali hal itu karena air sungai begitu melimpah dan kapal pun melaju tanpa kesulitan pada dua malam pertama. Setelah makan malam pada jam lima sore, awak kapal membagikan tikar kanvas pada para penumpang dan masing-masing menggelar alat tidurnya di tempat yang kosong yang bisa mereka dapatkan. Florentino memasang petate dan kelambu untuk melindunginya dari nyamuk. Ia tidur di atas tempat tidur gantung itu, sementara mereka yang tidak membawa peralatan apapun tidur di atas meja ruang makan berselimut taplak meja yang tak diganti lebih dari dua kali perjalanan. Florentino Ariza terjaga nyaris sepanjang malam, merasa seolah-olah mendengar suara perempuan yang dicintainya, Fermina Daza. Hembusan angin sepoi-sepoi menghanyutkan kesunyianya bersama kenangan tentang perempuan itu. Mendengarnya bernyanyi di sela-sela deru suara kapal saat bergerak menyusuri kegelapan seperti sekor binatang raksasa hingga semburat jingga pertama muncul di cakrawala dan hari baru mekar di atas tanah gersang dan rawa-rawa berkabut. Perjalananya kembali menjadi sebuah bukti kearifan ibunya dan ia mencoba tabah melupakan semua rasa kecewanya.

















Cerpen: Seno Gumira Ajidarma
Menunggu


Di stasiun gambir aku menunggu. Bukan karena kereta terlambat datang. Hanya aku tak tau jam berapa Dewi akan tiba. Ia hanya mengatakan sore. Dan sore cukup panjang. Antara pukul setengah empat sampai pukul enam. Semuanya sore.
Aku sudah sampai di stasiun pukul tiga. Berarti sudah dua jam yang lalu. Orang-orang di stasiun mulai menganggapku bagian dari mereka. Dua kali aku membeli minuman. Tiga kali menanyakan kepada penjaga gerbang masuk dan petugas loket. Pukul berapa kereta akan tiba. Mereka selalu menanyakan, kereta yang mana. Karena aku tak bisa menjawab, mereka memberi nasehat supaya menunggu di lantai dua.
Di lantai dua, di tempat kereta datang dan pergi, terlalu banyak orang. Aku sudah sempat ke sana tapi di situ tak ada yang menyenangkan. Suasananya menekan karena semua orang menunggu. Bangku-bangku yang jumlahnya terlalu sedikit semuanya diduduki penumpang. Sebagian orang karena sudah capai duduk di lantai. Di situ tidak santai. Lagipula anginnya keras. Di bawah ini lebih aman. Aku merasa lebih betah.
Sudah hampir sepuluh kali aku bertegur sapa dengan kenalan-kenalan. Dengan sahabat-sahabat lama di Yogya dan Bali, yang melintas hendak pulang. Mereka menanyakan dan menceritakan banyak hal selintas. Tapi itu membuatku teringat masa lalu. Seperti membuka buku sejarah. Sungguh mengherankan aku membaca masa lalu hari itu.
Berdiri menunggu selama dua jam tiba-tiba menjadi pengembaraan spiritual. Waktu itu aku yakin bahwa menunggu bukanlah pekerjaan sia-sia. Menunggu berarti menanguhkan, menguraikan simpul. Memberi nafas baru kepada segala sesuatu yang mungkin tak sempat diawasi padahal sudah kusut. Menunggu bisa menjadi saat untuk melakukan penilaian pada diri sendiri. Sesuatu yang sudah sangat mahal untuk Jakarta yang identik dengan kesibukan.
Selama dua jam di stasiun Gambir sore itu, aku mendapatkan pengertian menunggu yang baru. Menanti tidak selamanya mubazir kalau bisa menjadi proses perenungan. Kesempatan melenturkan kembali urat-urat yang sudah terlalu tegang. Sebuah metabolisme yang penuh misteri. Sesuatu yang perlu disyukuri. Setiap orang memilikinya, tetapi mungkin tak semua berhasil menghayatinya.
Begitulah, aku menikmati menunggu sore itu.
Beberapa jam kemudian ketika Dewi tiba, aku sebenarnya tak mengumpat bahwa kau sudah menunggu terlalu lama. Tapi aku tak mampu menjelaskannya.
“ Sudah lama?” tanyanya pada nada sedikit minta maaf, “keretanya yang terlambat berangkat. Belum lagi menunggu kereta yang lain lewat di tengah perjalanan. Kamu kesel nunggu ya? Aku juga kesel sekali. Meski aku telepon lagi tadi. Si Tom janji telepon kamu, tapi mungkin kelupaan. Aku tak berhasil mendapatkan kereta siang. Ini yang terakhir sekali. Pakai berantem dulu, baru dapat. Habis dibilangnya tempat penuh semua. Setelah digosok sedikit baru dikasih. Payah juga mereka”.
Aku hanya mengangguk. Meski aku menjawab tidak. Aku tidak kesal. Menungu sore itu memberikan pencerahan. Menunggu sore itu terasa mendalam sekali. Namun kalau itu sampai aku katakan. Dewi pasti akan marah. Karena dia yang tidak menunggu saja kesal, apalagi yang menunggu, mestinya dua kali kesal.
“ Ya memang berengsek !” kataku kemudian memberikan gong memberikan ku nafas baru. Rasanya seperti mengalami peremajaan. Setelah melontar ke masa lalu, muncul ide-ide segar. Mungkin aku bisa cobakan lagi lain kali, untuk menunggu di stasiun. Karena menunggu sudah memberikan kesegaran baru.
“ Kamu kesel kan, ya?!”
Aku mengangguk.
“ Ya. Aku kesel sekali. Dalam lima jam banyak hal lain mestinya bisa ku lakukan. Aku sebel!”
Tiba-tiba Dewi melirik. Aku terkejut.
“ Kenapa? Apa yang aneh?”
Dewi menunjuk ke mataku
“ Kenapa mataku?”
“ Kamu capai tidak?”
“ Ya jelas capai. Lima jam menunggu!”
Tapi matamu mengatak tidak. Matamu begitu segar, kamu kelihatan senang. Cuci otak ya?”
Aku menjawab. Waktu itu aku sadar lagi. Setelah sepuluh tahun, pernikahan kami sudah membuatkan pengertian. Dia semakin tau seluk-belukku. Aku tidak mungkin berbohong.
Akhirnya dalam taksi pulang aku berterus-terang.
“Aku sudah melakukan perenungan tadi.”
“ Perenungan apa?”
“ Selama menunggu tadi, aku banyak berfikir.”
“ Melamun?”
Aku tak menjawab.
“ Melamunkan apa?”
“ Tentang arti kehidupan ini.”
Dewi mencemoh.
“ Ah Gelo!”
Aku tak membantah. Memang gelo. Lima jam menunggu tak mungkin bisa dianggap kenikmatan, kecuali memang sudah gelo. Lima jam melamun di stasiun bukan suatu yang lumrah. Pasti ada sesuatu yang salah. Belum tentu satu dari seribu orang yang setuju mengatakan lima jam menunggu itu membawa kebugaran baru, seperti aku.
Di rumah sepanjang malam, ketika mendapat kesempatan menyendiri. Semua itu aku pikirkan lagi. Aku ingat-ingat apa saja yang ku alami di stasiun siang itu, ketika sedang menunggu. Aneh sekali tak banyak. Itu lima jam paling singkat dalam hidupku. Karena aku hanya ingat dua hal. Selebihnya hanya nuansa-nuansa perasaan yang tidak ada kejadian.
Setidak-tidaknya hanya satu jam dari lima jam menunggu itu yang kusadari betul. Empat jam yang lain aku seperti kehilangan jejak. Dimana saja aku waktu itu? Kembali ke masa lalu? Atau terlontar kemasa depan? Atau tersesat kemana?
Tiba-tiba aku terkejut. Lalu berfikir keras. Sekarang ini, detik ini juga. Sementara aku masih terjaga sendirian. Ketika seluruh orang rumah terbenam tidur. Benarkah saat ini, hari ini. Benarkah ini aku, dengan zaman ku, waktu dan kehidupanku. Tak mungkinkah ini bagian dari lamunanku di suatu masa yang lalu. Atau yang dari masa yang akan datang. Atau bagian dari pikiran orang lain yang sedang menunggu.
Bukan tak mungkin aku hanya sebuah mimpi dari seorang lain yang sedang menunggu kereta di stasiun Gambir. Ketika kereta terlambat datang. Dan orang itu menunggu selama lima jam. Kareta tak ada yang harus dilakukan, ia hanya melamunkan hidup. Atau hanya isi pikirannya. Kalau waktu yang lima jam itu habis, ketika kereta datang, akupun selesai.
Aku termenung. Tak memperoleh jawaban. Mungkin juga tak mau ada jawaban. Aku berusaha menahan, agar tidak tersesat. Rasanya aku sudah mulai terganggu. Menunggu adalah peristiwa berputar yang menyesatkan. Kalau tidak awas, aku bisa lenyap di tikungan, memasuki sejarah yang tak kukenal.
Perlahan-lahan kubaringkan kepalaku, agar tidur. Tetapi mataku tak bisa terpejam. Aku melihat terus semuanya. Semuanya, sampai yang sekecil-kecilnya. Semuanya begitu lambat. Alangkah panjangnya malam ini. Malam terpanjang dalam hidupku.
Pagi hari aku terbangun.
Terpaku, kulihat disampingku bayi kecil lelaki. Ia menendang-nendangkan kakinya, tangannya seperti menggapai. Lalu tersenyum melihat kepadaku. Itu puteraku yang sudah ku tunggu selama sepuluh tahun.
Apakah ia bagian dari lamunanku. Atau aku bagian dari lamunannya? Atau kami berdua sebuah lamuan orang lain?
Aku menunggu.
Cerpen: Seno Gumira Ajidarma
Lelaki yang Terindah

Suatu ketika dalam hidupku yang begini-begini saja, aku menjumpai seorang lelaki yang terindah di dunia. Aku tak pernah bermimpi, betapa dalam hidupku yang tawar, hambar dan nyaris tanpa kejutan. Suatu ketika akan ku alami percintaan yang begini rupa. Aku memang tak pernah sedikit pun menyangka, di dunia ini ada seorang lelaki seperti dia, yang wajahnya begitu dan matanya bisa menatapku dengan sepenuh cinta.
Semua ini dimulai dari salon termahal di Jakarta ketika aku duduk di kursi itu, siap digunting dan menatap ke arah cermin. Kulihat dia siap menggarap rambutku yang basah, tapi kulambaikan tanganku untuk menolaknya.
“ Saya minta wanita,” kataku. Dan kulihat wajahnya dari cermin begitu kecewa.
Mestinya aku tak usah peduli tetang wajahnya yang begitu kecewa di cermin itu. Namun, kenyataannya tidak begitu. Aku tak pernah bisa mengerti kenapa wajah itu terus-menerus terbayang olehku. Sampai berhari-hari kemudian setelah peristiwa itu wajahnya masih terbayang dan setiap kali menyadarinya aku serasa mau muntah. Meskipun aku seorang lelaki, setiap kali aku terbayang wajahnya, semakin kusadari betapa cantiknya wajah itu dan betapa ia memandangku dengan penuh cinta.
Celaka. Aku merasa terganggu dan tak bisa tidur. Celaka. Aku merasa tersentuh dan terpesona. Celaka.
Debu cinta bertebaran. Ini seperti judul sebuah novel. Debu cinta bertebaran seperti virus─kurang sehat sedikit, kita pun jadi korban. Begitulah aku selalu, terbakar dari cinta yang satu ke cinta yang lain. Sampai hatiku jadi gosong, tak tahu lagi apa artinya cinta. Wanita memberikan segala keindahan yang dimilikinya demi cinta, sampai mereka tak punya apa-apa lagi. Toh, aku selalu mengagumi wanita. Aku tidak malu untuk mengakui, aku sangat mengagumi wanita karena kewanitaannya, apapun bentuknya. Apa boleh buat, Tuhan telah menciptakan wanita….
Tapi kini aku berurusan dengan lelaki. Seorang lelaki terindah di dunia. Telah beratus-ratus, bahkan beribu-ribu lelaki lewat di depan mataku, namun aku tak pernah berfikir untuk mempertimbangkan keindahannya. Tentu aku tahu, seorang lelaki bisa menjadi indah bagi seorang lelaki sekalipun. Namun aku tak pernah sekejap pun berfikir bahwa ada seorang lelaki di dunia ini yang akan menatapku dengan penuh cinta dan kecewa─seperti biasa kulihat pada wanita. Betapa sebuah pandangan bisa begitu menggoda.
“Dulu kenapa kamu memandangiku seperti itu?” tanyaku
“Aku tidak tahu, kenapa aku memandangku seperti ini. Hal seperti ini bahkan tak ku alami dengan pacarku. Apakah itu yang disebut jatuh cinta pada pandangan pertama?”
“Entahlah. Apa yang akan kau lakukan kalau aku tidak menolakmu?”
“Aku akan menggarapmu begitu kamu masuk, aku sudah tahu kelemahanmu. Akan ku elus-elus telingamu dan kamu akan memejamkan mata dan aku akan membungkuk dan berbisik dan mengatakan aku terangsang padamu.”
“Hah?”
“Aku juga mau bilang, aku akan memuaskan kamu. Apakah kamu masih menolak jika melakukannya?”
“Entahlah.”
“Yang jelas, aku tahu kamu akan terangsang seperti sekarang!”
Dan tangannya bergerak membuka ikat pinggangku.
Aku telah diseretnya ke dalam suatu petualangan di negeri antah-berantah. Keringat di tubuhnya yang tembaga, berkilat dalam cahaya malam, membuatnya seperti sebuah patung pualam. Pada malam yang sungguh jahanam itu, ia telusuri segenap lekuk tubuhku dan kutelusuri segenap lekuk tubuhnya. Begitulah aku digulungnya seperti gelombang laut yang menyapu daratan.
Ia begitu lembut, memberi dan menanggapi. Ia begitu perkasa, terampil dan penuh improvisasi. Setelah semuanya selesai, aku muntah-muntah.

***
Dari balik jendela sebuah restoran, kupandang Jakarta yang tenggelam dalam malam. Dari lantai 30 saja manusia sudah jadi kecil seperti itu, seperti tidak ada artinya. Bagaimana kalau memandangnya dari bulan? Ah, apakah hidup manusia harus ada artinya? Dari balik jendela restoran, aku memandang kehidupan yang fana─tidak kekal dan tidak abadi. Lantas, apakah artinya semua kerja keras itu? Masih adakah artinya segala ketegangan, pertarungan antara hidup dan mati itu?
Tapi, hidup di dunia ini barangkali juga sebuah liburan. Kehidupan yang abadi, bukankah itu sangat membosankan? Dari balik jendela restoran, sembari memandang Jakarta yang digerayangi malam, aku menyadari kesempatanku.
“Hidup itu Cuma mampir minum,” kata orang-orang tua.
“Baiklah, aku akan minum, lantas jalan-jalan sebentar, sebelum kembali ke alam kehidupan yang abadi dimana aku sebelum tahu bisa berbuat apa.
Dari balik jendela restoran, aku bertanya kepada Tuhan, apakah ada surga─atau neraka─ada bir?
Aku memang sedang minum bir. Barangkali kalau aku punya anak kelak, aku akan katakan kepadanya, “hidup itu Cuma mampir minum bir”. Barangkali akan kutambahkan lagi sebuah kaliamat, “karena itu bersyukurlah. Karena yang diminum sebentar itu bir, maka artinya hidup ini lumayan juga.”
Cerpen: Putu Wijaya

Kentut



Ketika semua orang sedang khusuk melaksanakan upacara, Jeki tiba-tiba kentut. Duuttt. Satu kali. Taka ada yang menghiraukan.
Tetapi kemudian tatkala menyusul babak kedua, prot, prot, prootttt. Semua orang tertegun, terganggu. Tetapi masih mencoba memaafkan. Meskipun baunya bukan main.
Begitu muncul tambakan yang ketiga, duutttt. Panjang dan keras. Semua orang meledak tertawa. Upacara itu berkeping-keping berantakan kehilangan bobot.
Seluruh mata mengepung Jeki sambil minggir dan menutup hidung. Lelaki yang kentut itu pucat pasi lalu menyembunyikan rasa bersalah dan malunya dengan tersenyum. Tapi rupanya itu belum semuanya.
Tiba-tiba Jeki nyemprot sekali lagi, meskipun kali ini hanya sundulan kecil yang rupanya adalah titik dari semua kentut Jeki. Cess..
Mendadak semua orang berhenti tertawa. Suara cess itu terdengar seperti sebuah penghinaan yang meremehkan. Tiba-tiba semua orang berbalik memandang Jeki dengan mata melotot, sebaliknya Jeki jadi geli, ia lantas tak menahan diri lalu tertawa terbahak-bahak. Upacara itu jadi becek.
Belum lagi rampung upacara, Jeki diseret ke samping ruangan. Ia dianggap dengan sengaja membuat keonaran, menghina dan mencoba untuk mengacaukan.
Ketika Jeki hendak membela diri mengatakan bahwa ia sudah mencoba mati-matian menahan gebrakan kentutnya itu, tak seorangpun percaya, ia bahkan disumpah-sumpah dengan kasar sekali. “Sumpah, kalau saja bisa masak Jeki lepas, baunya saja seperti habis makan bangke ayam, Jeki malu juga dong”. Kata Jeki, “Mungkin lantaran Jeki kebanyakan makan ubi jalar atau masuk angin karena terlambat makan, kalau tak percaya coba lihat, ini sampai terberak-berak di calana”. Jeki seperti handak membuka celananya. “Stop” teriak banyak orang serempak dan keras.
Ini dianggap sudah terlalu jauh, entah siapa yang mulai, langsung turun pukulan. Jeki tumbang. Begitu Jeki terjungkal yang lain menendang. Jeki terkejut. Ia langsung melompat berdiri dan hendak lari. Seseorang mengais kakinya, Jeki tersungkur kembali ke tanah. Tendangan yang lain menyusul, lalu satu lagi. Ampun-ampun. Lolong Jeki minta ampun. Tapi tak ada yang menghiraukan, malah gebukan semakin keras dan tambah bertubi-tubi. Akhirnya Jeki terpaksa melawan. Ini yang ditunggu-tunggu. Semua orang lalu serentak mendesak dan melanda Jeki dengan kepalan, tendangan dan juga hantaman kayu. Ketika Jeki tergeletak tak berdaya, semua orang diam-diam pergi.
Tubuh yang sempat kentut itu berlumuran darah dan cabik-cabik pakaianya.
Anak-anak kecil mengintip dari kejauhan, sedangkan orang-orang tua berbisik-bisik dan memalingkan mukanya seperti tak melihat. “apa salahnya orang kentut” kata ibu beberapa hari kemudian meminta pengertian semua orang. “Jeki tak bermaksud mengganggu atau menghina siapa-siapa, ia tak sengaja, ia memang sering kentut terutama kalau sedang masuk angin, tapi ia tak bermaksud apa-apa. Kalau kentutnya bau, mungkin karena sudah dua hari ini ia tak bisa ke belakang, jadi numpuk disitu. Semua kentut juga bau, mana ada kentut yang tidak bau. Mengapa Jeki diperlakukan semacam itu. Orang-orang lain juga pernah kentut seperti itu, mengapa tidak diapa-apakan. Mengapa hanya Jeki. Apa kesalahan Jeki. Apa kesalahan ibu sampai Jeki diperlakukan seperti ini, apa kesalahan Jeki sampai dihukum begini”.

Ayah Jeki juga ikut membuka mulut. “Saya minta maaf kalau Jeki sudah khilaf, melakukan perbuatan tak senonoh di depan umum. Tetapi anak itu memang masih belum cukup umur, walaupun badanya besar, dia bongsor.
Jiwanya masih jiwa kanak-kanak, ia tidak bermaksud apa-apa. Seperti anak-anak yang lain, ia menganggap semuanya hanya main-main. Kalau dia sudah dewasa dan sadar tindakanya itu menyinggung atau menyakitkan, pasti ia takan melakukanya.
Mengapa tidak ditegur saja baik-baik. Mengapa diselesaikan semacam ini. Ini bukan rimba. Kita punya tempat menghukum orang yang salah. Mengapa selalu, selalu saja kami yang diperlakukan seperti ini”.
Saudara Jeki juga tidak mau ketinggalan menggugat.
“Saya tahu, kami orang miskin. Kami tak memiliki andalan apa-apa. Kami hanya punya hati yang bersih untuk menjadi warga yang baik. Adik saya itu memang bukan warga yang baik, tapi dia juga bukan orang jahat. Pengedar narkotik dipasar burung yang banyak mentelantarkan orang lain itu jauh lebih jahat dari pada Jeki. Dia meracuni kita semua. Tapi ia tidak diapa-apakan. Anak pak lurah juga sering kentut kalau orang sembahyang. Bahkan waktu upacara tahun lalu dilapangan ia kentut keras sekali, semua orang mendengar, busuknya dua kali kentut adik saya ini. Tapi semua orang mengerti hanya menganggap itu lucu. Mengapa sekarang adik saya yang tidak sengaja kentut diperlakukan seperti ini. Ini tidak adil dong!”.
“ya, ini sama sekali kurang adil.” Tambah pacar Jeki “ saya tak mengerti sekarang, kalau memang semua orang berniat melakukan upacara itu, masak hanya karena kentut semuanya bisa gagal. Kalau memang mereka benar-benar khusuk melakukan upacara itu, mana mungkin mereka sempat mendengar suara kentut. Artinya pikiran mereka pun sebenarnya tak sempurna, tetapi mas Jeki yang dijadikan kambing hitam. Ini lucu. Gugatan-gugatan itu tak ada yang menjawab, mungkin karena tak jelas ditujukan kepada siapa. Tak jelas juga, siapa sebenarnya yang harus bertanggung-jawab. Tak ada yang tahu siapa sebenarnya yang telah membunuh Jeki.
Tak ada yang peduli. Tak ada yang bertanya-tanya.






Cerpen: Seno Gumira Adjidarma
Sebuah Pertanyaan untuk Cinta

Pada sebuah telepon umum, seorang wanita berbicara dengan gelisah.
“ Katakanlah sekali lagi, kamu cinta padaku”
Mendengar kalimat itu orang yang mengantre di belakangnya memberengut, sambil melihat arlojinya. Pengalaman menunjukkan, orang tidak bisa berbicara tentang cinta kurang dari 15 menit. Namun sungguh terlalu kalau wanita itu masih juga bertanya tentang cinta setelah 30 menit. Apalagi sudah ada beberapa berdatangan ke telepon umum itu, sambil sengaja mengecrek-gecrekkan koin di tangannya.
“Kamu benar-benar cinta padaku? Sampai kapan?”
Orang-orang mendengar kalimat itu dengan jelas. Wanita yang menelepon dengan wajah gelisah itu memang terlihat berusaha menahan suaranya, tapi rupanya perasaanya berteriak lebih keras. Menjadi tidak penting baginya, apakah orang-orang itu mendengar atau tidak. Mereka toh tidak tahu siapa dirinya. Di kota besar seperti ini, kita tidak selalu bertemu orang yang sama di jalanan. Begitu juga di telepon umum.
“Kamu gombal, kamu juga mengatakan hal yang sama pada pacar-pacarmu.”
Wanita itu melirik ke arah orang-orang yang menunggu, kemudian melihat arlojinya, seolah-olah ingin menunjukkan bahwa ia bukan tidak tahu tentang waktu yang dihabiskannya. Tapi, kemudian ia menyembunyikan wajahnya kedalam kotak kuning, berbicara pelan-pelan dan tersendat-sendat. Barangkali lelaki di sebelah sana itu memberikan jawaban yang kurang berkenan.
“ Aku cuma salah satu diantara mereka, aku cuma salah satu dari wanita-wanita itu, aku tidak ada artinya bagimu.”
Wajah wanita yang tadi gelisah itu kini nampak menderita. Matanya penuh cinta, tapi memancarkan rasa takut kehilangan
“ Ternyata kamu bohong, kamu tidak mencintaiku,” katanya
Para pengantre berdecak-decak gelisah. Mulut mereka memperdengarkan bunyi ‘ck’ yang sengaja dikeras-keraskan. Sebagian menggeser-geser dan menghentak-hentakkan sepatunya. Sebagian, untuk kesekian kalinya, melihat arloji. Sebagian lagi terus terang menggerutu.
“ Siang-siang panas begini bicara tentang cinta, seperti tidak ada waktu lain.”
“Terlalu.”
“ Sudah setengah jam.”
“ Kalau pergi ke telepon umum yang sana, sudah sampai dari tadi, tapi sekarang jadi tanggung!”
“Berapa lama lagi dia selesai?”
“Ini sudah setengah jam.”
“Paling lama sepuluh menit lagi, dia kan tahu dari tadi kita menunggu.”
“Saya cuma perlu menelepon setengah menit, penting sekali.”
“Saya juga cuma sebentar, tapi penting sekali.”
“ Saya harus segera telepon, sangat penting kalau tidak, saya bisa celaka.”
***
Kemudian, terdengar suara wanita itu, yang tanpa disadarinya sudah menjadi jauh lebih keras.
“Kamu ini bagaimana sih? Kamu kan tahu aku sayang padamu, aku selalu kangen padamu. Aku cinta sekali padamu, kamu jangan gitu dong!”
Wanita itu memasukkan koin lagi, dua sekaligus. Artinya percakapan masih akan berlangsung, setidaknya 12 menit lagi. Kalau setelah itu masih juga berbicara, sungguh-sungguh keterlaluan, karena pengantre yang paling dekat dengannya sudah menunggu selama 42 menit. Sebagian orang yang datang belakangan sudah pergi. Mereka bisa memperkirakan waktu yang lama melihat banyaknya para penunggu. Namun, yang sudah terlanjur menunggu lama agaknya merasa rugi jika pergi. Mereka masih menunggu dengan wajah yang disabar-sabarkan.
“Aku ingin yakin bahwa kamu memang cinta padaku. Aku harus yakin kamu memang cinta, kamu memang sayang, kamu memang selalu memikirkan aku. Apakah kamu selalu memikirkan aku? Katakan padaku kamu cinta, cinta, cinta…”
Apakah yang dikatakan lelaki di telepon sebelah sana? Wanita yang menelepon dengan wajah gelisah itu kini tersenyum untuk pertama kalinya. Pasti yang disebut cinta itu ajaib sekali, karena bisa menelusuri kabel telepon dan mengubah wajah seorang wanita yang tadinya gelisah menjadi bahagia. Menjadi cantik, dan menyegarkan, meski di siang panas terik yang melelehkan aspal jalanan. Mata wanita itu berbinar-binar, bagaikan mata kanak-kanak di sebuah dunia fantasi.
Pemandangan ini agak melegakan pengantre. Pasangan yang bercinta di telepon biasa memutuskan percakapan mereka pada saat-saat terbaik. Mata wanita itu menunjukkan kebahagiaan. Pada saat seperti itu ia bisa berpisah di telepon dengan senang, dengan perasaan seolah-olah dunia sudah menjadi miliknya. Tinggal sebentar lagi, pikir orang-oraang yang menunggu itu, sambil lagi melihat arlojinya.
“Satu koin lagi, ya? Ngomong cinta lagi, dong.”
Meluncur satu koin lagi. Berarti enam menit lagi. Orang-orang mengerutkan dahi. Alangkah memabukannya cinta yang bergelora. Tapi, sudahlah, enam menit bukan waktu yang lama.
“Kamu masih akan mencintaiku, kalau aku sudah tua?”
“Kamu masih akan mencintaiku, meskipun seorang wanita cantik merayumu?”
“Benarkah cuma aku seorang di dunia yang ada di dalam hatimu?”
“Masih cintakah kamu pada istrimu?”
***
Semua orang menoleh. Wajah wanita itu sudah gelisah lagi.
“ Masih cintakah kamu pada istrimu?”
Meluncur lagi satu koin.
“Gila! Hampir satu jam!” Seseorang berteriak dengan marah.
“He! Mbak! Ini telepon umum! Gantian, dong.”
Pengantre yang paling lama mendekatkan kepalanya ke kotak kuning, sengaja memperlihatkan dirinya di depan mata wanita itu, sambil mengetuk-ngetukkan koinnya dari luar kotak. Wanita itu berkata pada yang diteleponnya.
“Sebentar, sebentar.”
Lantas ia mendekapkan telepon itu ke dadanya, dan berkata pada pengantre yang paling dekat dengannya.
“Maaf, sebentar lagi, ya, Pak? Sebentaaar saja.”
Kemudian, ia menolehkan kepalanya ke arah lain. Berbicara setengah berbisik, maunya, karena yang terjadi adalah ia berteriak tertahan
“Katakan yang jelas, apakah kamu masih mencintainya?”
Angin berhembus. Mega menutupi matahari. Langit mendung.
Orang-orang yang menunggu hanya melihat wanita itu mengeluarkan tissue dari tasnya, dan mulai mengeluarkan ingus. Matanya basah.
“Kamu masih tidur dengan dia?”
Orang yang berada di dekatnya menjauh. Mencari tempat untuk duduk. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan, selain menunggu. Angin makin kencang berhembus. Daun-daun berguguran.
“Kamu kok bisa sih? Kamu tega sekali padaku. Sebetulnya kamu tidak mencintai aku.”
Seseorang pura-pura batuk, mengingatkan, tapi wanita itu sudah tidak peduli. Ia meluncurkan lagi satu koin.
“Apa sih artinya aku buat kamu? Apa sih artinya aku?”
Wanita itu membuang tissue ke bawah, dan mengambil lagi tissue yang lain. Sambil menjepit telepon dengan kepalanya, ia mendenguskan ingusnya. Tiada yang lebih sendu selain wanita yang menangis karena cinta.
“Jadi, kamu bisa mencintai lebih dari satu orang? Kamu bisa mencintai dua orang sekaligus?”
Ia seorang wanita yang cantik, menarik, dan indah. Wajahnya gelisah dan sendu, tapi ini membuatnya semakin lama semakin indah. Apakah cinta yang membuat seorang wanita menjadi indah? Mungkinkah seorang wanita menjadi indah tanpa cinta? Apakah artinya cinta bagi seorang wanita?
“Jadi, apa arti hubungan kita? Apa artinya?”
Debu cinta bertebaran. Suatu ketika di suatu tempat, entah kapan dan dimana, seseorang bisa saja saling jatuh cinta seseorang dengan yang lain. Ah, ah, ah,__lelaki macam apakah kiranya yang berada di seberang telepon itu, yang telah membuat seorang wanita yang indah menjadi gelisah?
Apa sih artinya cinta untukmu? Coba jelaskan padaku, apa sih artinya cinta?”
Jeglek! Tuuuuuttttt….
Koinnya habis. Hubungan pun terputus. Wanita itu tertegun. Ia merogoh dompetnya. Tak ada lagi koin disana. Ia banting gagang telepon itu dengan kesal.
Pengantre yang sejak tadi menunggu segera menyerobot dengan setengah paksa. Pengantre yang lain pun mendekat dengan wajah mengancam. Semua orang punya keperluan penting. Tak seorang pun peduli dengan wanita itu, yang setelah menukarkan uang kertasnya dengan setumpuk koin di kios rokok, segera ikut menunggu kembali, meskipun kini hujan turun dengan deras.
Wanita indah yang wajahnya gelisah itu tidak lari berteduh—ia tetap menunggu, sampai basah kuyup. Ia juga punya keperluan penting. Ia masih menyimpan sebuah pertanyan untuk cinta.






















Cerpen: Seno Gumira Adjidarma

Sepotong Senja untuk Pacarku


Alina tercinta,
Bersama surat ini kukirimkan padamu sepotong senja dengan angin, debur ombak, matahari terbenam dan cahaya keemasan. Apakah kamu menerimanya dalam keadaan lengkap? Seperti setiap senja disetiap pantai. Tentu ada juga burung-burung, pasir yang basah, siluet batu karang, …………………………………………………………………..
Maaf, aku tidak sempat menelitinya satu persatu. Mestinya ada juga lokan, batu warna-warni dengan bias cahaya cemerlang yang berkeratap dan pada buih yang bagaikan impian selalu saja membuat aku mengangankan segala hal yang mungkin kulakukan bersamamu.
Meski aku tahu semua itu akan tetap tinggal sebagai kemungkinan yang entah kapan bisa menjadi kenyataan.
Kukirimkan sepotong senja itu untukmu Alina, dalam amplop yang tertutup rapat, dari jauh, karena aku ingin memberikan padamu yang lebih dari sekedar kata-kata. Sudah terlalu banyak kata-kata di dunia ini Alina, dan kata-kata ternyata tidak mengubah apa-apa. Aku tidak akan menambah kata-kata yang sudah tak terhitung jumlahnya dalam sejarah kebudyaan manusia Alina. Untuk apa? Kata-kata tidak ada gunanya dan selalu sia-sia. Lagipula siapakah yang masih sudi mendengarnya? Di dunia ini semua orang sibuk berkata-kata tanpa pernah mendengar kata-kata orang lain. Mereka berkata-kata tanpa peduli apakah ada orang lain yang mendengarnya. Bahkan mereka juga tidak peduli dengan kata-katanya sendiri. Sebuah dunia yang sudah kehilangan kata-kata tanpa makna. Kata-kata sudah luber dan tidak dibutuhkan lagi.
Kukirimkan sepotong senja padamu Alina, bukan kata-kata cinta. Kukirimkan padamu sepotong senja yang lembut dengan langit yang kemerah-merahan yang nyata dan betul-betul ada dalam keadaan yang sama seperti ketika aku mengambilnya saat matahari hampir tenggelam ke balik cakrawala.
Alina yang manis, Alina yang sendu.
Akan kuceritakan padamu bagaimana aku mendapatkan senja itu untukmu.
Sore itu aku duduk seorang diri di tepi pantai memandang dunia yang terdiri dari waktu. Memandang bagaimana ruang dan waktu bersekutu, menjelmakan alam itu untuk mataku di tepi pantai, di tepi bumi semesta adalah sapuan warna keemasan lautan adalah cairan logam meski buih pada debur ombak yang menghempas itu tetap saja putih seperti kapas dan langit berwarna ungu dan anginya tetap saja lembab dan basah dan pasir tetap saja hangat ketika kususupkan kakiku ke dalamnya.
Kemudian tiba-tiba senja dan cahaya gemetar. Keindahan berkutat melawan waktu dan aku tiba-tiba teringat padamu. Barangkali senja itu bagus untukmu, pikirku. Maka kupotong senja itu sebelum terlambat, kukerat pada empat sisi dan kumasukkan kedalam saku. Dengan begitu keindahan bisa abadi dan aku bisa memberikannya padamu.
Setelah itu aku berjalan pulang dengan perasaan senang. Aku tahu kamu akan menyukainya karena aku tau, itulah senja yang selalu kamu bayangkan untuk kita. Aku tahu kamu selalu membayangkan hari libur yang panjang, perjalanan yang jauh, dan barangkali sepasang kursi malas pada sepotong senja di sebuah pantai dimana kita akan bercakap-cakap sembari memandang langit, sambil berangan-angan, sambil bertanya-tanya, apakah semua ini memang benar-benar terjadi. Kini senja itu bisa kamu bawa kemana-mana.
Ketika aku meninggalkan pantai itu kulihat orang-orang datang berbondong-bondong, ternyata mereka menjadi gempar karena senja telah hilang. Kulihat cakrawala itu berlubang sebesar kartu pos.
Alina sayang.
Semua ini telah terjadi dan kejadiannya akan tetap seperti itu. Aku telah sampai ke mobil ketika diantara kerumunan itu kulihat seseorang menunjuk-nunjuk kearahku.
“Dia yang mengambil senja itu! Saya lihat dia mengambil senja itu!”
Kulihat orang itu melangkah ke arahku. Melihat gelagat itu aku segera masuk mobil dan tancap gas.
“Catat nomornya! Catat nomornya!”
Aku melejit ke jalan raya. Ku kebut mobilku tanpa perasaan panik. Aku sudah berniat memberikan senja itu untukmu dan hanya untukmu Alina. Tak seorangpun yang boleh mengambilnya dariku. Cahaya senja yang keemasan itu berbinar-binar dalam sakuku. Aku merasa cemas karena meskipun kaca mobilku gelap tapi cahaya senja itu tentu cukup terang dilihat dari luar. Dan ternyata cahaya senja itu menembus segenap celah dalam mobilku, sehingga mobilku meluncur dengan nyala benderang ke aspal maupun ke angkasa.
Dari radio yang kusetel aku tahu berita tentang hilangnya senja telah tersebar kemana-mana. Dari televisi dalam mobil bahkan kulihat potretku sudah terpampang. Aduh, baru kehilangan satu senja saja sudah panik seperti itu. Apa tidak bisa menunggu sampai besok? Bagaimana kalau setiap orang mengambil senja untuk pacarnya masing-masing? Barangkali sudah waktunya dibuat senja tiruan yang bisa dijual di toko-toko, dikemas dalam kantong plastik dan dijual di kaki lima. Sudah waktunya senja diproduksi secara besar-besaran supaya bisa dijual anak-anak pedagang asongan di perempatan jalan.”Senja! senja! Cuma seribu tiga!”
Di jalan tol mobilku melaju masuk kota. Aku harus hati-hati karena semua orang mencariku. Sirene mobil polisi meraung dimana-mana. Cahaya kota yang tetap gemilang tanpa senja membuat cahaya keemasan dari dalam mobilku tidak terlalu kentara. Lagipula dikota tidak semua orang peduli apakah senja hilang atau tidak. Di kota kehidupan berjalan tanpa waktu, tidak perduli pagi, siang, sore, atau malam. Jadi tidak pernah penting senja itu ada atau hilang. Senja cuma penting untuk turis yang suka memotret matahari terbenam. Boleh jadi hanya demi alasan itulah senja yang ku bawa ini dicari-cari polisi.
Sirene polisi mendekat dari belakang. Dengan pengeras suara polisi itu memberi peringatan.
”Pengemudi mobil Porche abu-abu metalik nomor Sg 19658 A harap berhenti. Ini polisi. Anda ditahan karena dituduh telah membawa senja. Meskipun tidak ada aturan yang melarangnya, tapi berdasarkan…..
Aku tidak sudi mendengarnya lebih lama lagi. Jadi kulibas dia sampai terpental keluar pagar di tepi jalan. Ku tancap gas dan menyelip-nyelip dengan lincah di jalanan. Dalam waktu yang singkat kota sudah penuh raungan sirene polisi. Terjadi kejar-kejaran yang seru. Tapi, aku lebih tahu, seluk beluk kota, jalanan yang bermain dengan cahaya warna-warni, gang-gang gelap yang tak pernah tercatat dalam buku alamat, lorong-lorong rahasia yang hanya diperuntukkan bagi orang bawah tanah.
Satu mobil terlempar di jalan layang, satu mobil lain tersesat di sebuah kampung, dan satu mobil lagi terguling-guling menabrak truk dan meledak lantas terbakar. Masih ada dua polisi bersepeda motor mengejarku. Ini soal kecil. Mereka tak pernah bisa mendahuluiku dan serulah keja-kejaran beberapa lama. Mereka kehabisan bensin, dan pengendaranya cuma bisa memaki-maki. Kulihat senja dalam saku bajuku. Masih utuh. Angin berdesir. Langit…. Debur ombak menghempas ke pantai. Hanya padamulah senja ini kuserahkan Alina.









Cerpen: Putu Wijaya
Kartini

bu saya bukan seorang ”Kartini”. Ia wanita biasa yang dijajah oleh suaminya. Dia tidak memiliki kebebasan apalagi karir. Tempatnya di dapur dan di belakang rumah. Dalam berbagai persoalan ia mengalah. Apa kata suaminya, ayah saya, tak berani ia bantah. Karena membantah langsung berarti perbuatan durhaka. Ia mencabut seluruh hak-haknya dan menyerahkan semuanya pada suaminya.
Ayah saya adalah seorang laki-laki biasa. Yang menerima ajaran dari generasinya bahwa wanita adalah makhluk lemah yang berkewajiban melayani dan merawat lelaki. Ia sudah diajarkan bahwa lelaki lebih utama dari wanita. Apa yang terjadi pada istrinya, ibu saya, dianggapnya sesuatu yang biasa. Begitulah umumnya wanita, begitulah seharusnya seorang istri. Mereka tidak boleh menonjol. Tidak boleh lebih penting dari suaminya. Ayah saya tidak pernah merasa bahwa istrinya, ibu saya, mendapat perlakuan yang tidak senonoh.
Sebagai seorang anak, yang paham arti emansipasi. Yang mendukung wanita tidak kurang hormatnya dari lelaki. Sebagai generasi baru yang belajar banyak dari tidakan-tindakan Raden Ajeng Kartini untuk memperjuangkan wanita. Sebagai seorang penerus yang bergaul luas diluar lingkungan adat, saya merasa tertantang. Saya merasa mendapat kewajiban untuk membenarkan duduk persoalan yang tak jelas itu.
Saya datang pada ayah, saya katakan bahwa ia telah melakukan dosa besar. Karena ia telah memperlakukan istrinya semena-mena. Harusnya ia duduk sama tinggi dan sama rendah dengan istrinya. Ia tidsak bisa memerintah saja. Ia juga harus bertanya dan meladeni dan kalau perlu membiarkan istrinya yang memerintah. Karena kalau tidak berarti ia telah melakukan perkosaan hak asazi. Melakukan pemasungan yang keji.
Ayah saya terkejut. Seperti seorang terdakwa ia langsung memberikan pembelaan. Katanya hal itu sudah berlangsung sejak awal. Ibu saya, tidak pernah protes dengan keadaan sekarang. Dan ia, ayah saya, tak pernah merasa melakukan perkosaan terhadap hak-hak ibu. Karena ibu memang tidak pernah menuntut apa-apa. Itu konsep harmoni dan pembagian kerja secara tradisional. Wanita membereskan urusan belakang rumah dan lelaki menggarap depan rumah. Jadi kamu, kata ayah saya, sudah salah kaprah. Karena nyatanya ibu kamu itu prakteknya bahagia.
Saya bertambah yakin lagi bahwa ayah saya telah melakukan penindasan terhadap kaum wanita. Ia sudah memperalat ibu saya yang pendiam dan tidak banyak cingcong itu dengan semena-mena. Ibu saya memang tidak tahu nilai kebahagiaan, sebab ia tidak pernah diajarkan menilai. Ia selalu diberi untuk menerima dan nyukuri apa adanya. Keadaan seperti itu tidak bisa didiamkan selama-lamanya. Ia belum banyak melihat bandingan, bagaimana ia tahu betapa rawan keadaanya sekarang. Saya harus bertindak. Kaum wanita harus bangkit. Tidak hanya yang muda. Yang sudah tuapun harus bangkit.
Kemudian saya datangi ibu. Saya mengatakan kepada dirinya bahwa ia sudah membiarkan dirinya dalam keadaan yang tidak berdaya. Saya pancing agar dia garang, melihat hak-haknya yang dilangkahi semena-mena oleh ayah. Ia punya setengah suara di dalam hidup pernikahan. Suminya, ayah saya, tidak bisa dibiarkan menginjak-injak haknya. Setiap saat ia bisa berkata tidak. Setiap saat ia bisa menuntut untuk melaksanakan apa yang dirasakanya baik. Ia harus menyadari hak-haknya, itulah kewajibanya yang paling utama. Bukanya menyerahkan dan melupakan hak-haknya.
Ibu saya tercengang. Ia menatap kegarangan saya dengan takjub. Baginya saya sudah termasuk racun di luar rumah, sehingga pikiran saya tidak tenang. Kemudian sebaliknya dari melaksanakan dari yang saya himbau, ia justru berusaha merawat saya. Saya dianggapnya sakit. Kaki saya dipijatnya. Kening saya diurut dengan minyak kayu putih. Persis sebagaimana kalo bapak saya sakit. Saya jadi menangis pilu di dalam hati. Sudah sedemikian dalamkah jiwa budak itu menusuk ke dalam hati ibu saya.
Dengan kasar saya tolak kelakuan itu. Saya bukan anak kecil. Saya bukan tipe lelaki yang ingin memperalat wanita. Mereka harus benar-benar menjadi ratu di dalam rumah tangga. Ibu harus punya hak, suara dan pengaruh dalam mengambil berbagai langkah penting di dalam rumah tangga. Ia tidak boleh menjadi warganegara kelas dua di dalam rumah. Ia harus menjadi seorang Kartini.
Hampir saja saya hendak menyampaikan uneg-uneg panjang. Agar wanita yang malang itu segera sadar pada dirinya. Bahwa ia tidak hanya berhak, tetapi juga mempunyai kewajiban untuk membebaskan dirinya dari perlakuan tidak senonoh itu. Bukan saja karena ia ibu saya. Tetapi demi masa depan wanita-wanita Indonesia yang lain. Revolusi wanita yang sudah dikobarkan oleh Raden Ajeng Kartini, harus diteruskan ke dalam diri wanita Indonesia.
Tetapi kemudian, ibu saya memberi isyarat agar saya jangan berkoar dulu. Lalu ia berkata lirih. Suaranya samasekali tidak mengandung emosi. Mendatar saja. Suara itu samasekali tidak menunjukkan nada seakan-seakan ia minta lebih diperhatikan dari suara lain. Suara ibu saya yang biasa saya dengar dalam percakapan sehari-hari, seperti ketika ia memberitahu pembantu bagaimana caranya mengiris bawang.
”Anakku, aku tidak tau siapa itu kartini, tetapi karena kamu sebut-sebut terus, tentulah dia orang pintar, orang yang berjasa, orang yang pantas diteladani. Ibu percaya pada kamu. Tetapi coba kamu lihat ayahmu itu. Tak tampaklah olehmu betapa lemahnya dia, tak punya kekuatan apa-apa. Hanya tubuhnya saja yang berotot, tetapi jiwanya keropos. Kalau aku jadi Kartini, barangkali dari dulu ia sudah tak sanggup bertahan.”
Saya tertegun. Bingung. Tiba-tiba saya merasa berhadapan langsung dengan Kartini.

Makalah Budidaya Kelapa Sawit

Makalah Demokrasi Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Di dalam pembahasan makalah ini , kami akan membahas tentang Demokrasi dan Pendidikan. Secara sederhana konteks Demokrasi ini menunjukkan adanya pemerintahan dari rakyat , oleh rakyat , dan untuk rakyat. Sistem Demokrasi merupakan suatu bentuk tindakan yang menghargai perbedaan prinsip , keberagaman nilai – nilai masyarakat dalam suatu Negara , dan memberikan kebebasan bertindak sesuai dengan kehendaknya dalam batasan normatife tertentu. Budaya Demokrasi terbentuk disuatu Negara ditentukan oleh penerapan sistem Pendidikan yang berlaku , sehingga Pendidikan akan memberikan implikasi pada peningkatan taraf keperdulian masyarakat terhadap hak dan kewajibannya dalam menggunakan pikiran , tenaga , dan suaranya , dengan harapan masyarakat mempunyai pola pikir yang kreatif serta daya inovasi yang tinggi.

1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari Demokrasi?
2. Apa pengertian dari Pendidikan ?
3. Apa pengertian dari Demokrasi Pendidikan?
4. Bagaimana sejarah Pertumbuhan Demokrasi?
5. Apa saja Teori dan Konsep Demokrasi?
6. Bagaimana kaitan Demokrasi dan bentuk Pemerintahan?

1.2 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih memperdalam lagi pengetahuan tentang pengertian dari Demokrasi dan Pendidikan , serta bagaimana perkembangan pendidikan di Negara kita yaitu Negara Indonesia. Selain memperdalam pengertiannya , juga untuk memperluas ilmu pengetahuan kita dalam dunia Demokrasi dan dunia Pendidikan , bagaimana Pendidikan pada jaman dulu dibandingkan dengan jaman sekarang.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN DEMOKRASI
Demokrasi berasal dari Bahasa Yunani , yaitu dari kata demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan atau kratein yang berarti memerintah bila dipandang dari segi etimologis. Demokrasi dapat diterjemahkan sebagai “rakyat berkuasa”. Dengan kata lain demokrasi adalah pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat baik secara langsung maupun tidak langsung ( melalui perwakilan ) , yang kekuasaan tertingginya ada ditangan rakyat seperti yang diucapkan oleh Abraham Lincoln “ the government from the people, by the people and for the people” (suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat)
Negara Demokrasi pada dasarnya adalah pilihan rakyat yang berdaulat dan diberi tugas untuk menyelenggarakan pemerintahan Negara serta mempertanggung jawabkan pada rakyat Demokrasi. Demokrasi dalam sistem Pendidikan Nasional di Indonesia , yang diatur dalam UU no 2 tahun 1989 BAB III pasal (5) menyebutkan bahwa semua warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh Pendidikan.



Artinya, bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk memperoleh Pendidikan dalam rangka mengembangkan diri dan meningkatkan Pengetahuan , serta kemampuan mereka.
Bentuk Demokrasi paling umum dengan jumlah penduduk kota ratusan ribu bahkan jutaan orang adalah Demokrasi tidak langsung atau Demokrasi perwakilan dalam Demokrasi tidak langsung , para pejabat membuat UU dan menjalankan program untuk kepentingan umum atas nama rakyat. Hak – hak rakyat dihormati dan dijunjung tinggi , karena pejabat itu dipilih dan diangkat oleh rakyat.
Demokrasi dipandang dari segi Horizontal adalah setiap anak tidak ada kecualinya , mendapatkan kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan sekolah. Ada juga Demokrasi dipandang dari segi Vertikal artinya setiap anak mendapat kesempatan yang sama untuk mencapai tingkat pendidikan sekolah yang setinggi – tingginya sesuai dengan kemampuan ekonominya.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Demokrasi adalah gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga Negara. Demokrasi juga menjadi suatu cara hidup yang menekankan nilai individu dan intelegensi serta manusia percaya bahwa dalam berbuat bersama manusia.

menunjukkan adanya hubungan sosial yang mencerminkan adanya saling menghormati , kerja sama , toleransi dan fair play. Dikalangan Taman Siswa dianut sikap “ tut wuri handayani ” yaitu suatu sikap yang demokratis yang mengakui hak si anak untuk tumbuh dan berkembang menurut kodratnya. Rasa hormat terhadap harkat sesame manusia dalam demokrasi dianggap sebagai pilar pertama untuk menjamin persaudaraan hak manusia dengan tidak memandang jenis kelamin , umur , warna kulit , agama , dan bangsa. Dalam prinsip – prinsip Demokrasi Pendidikan ada beberapa butir – butir penting yang harus diperhatikan , yaitu :
1. Keadilan dalam pemerataan kesempatan belajar bagi semua warga Negara dengan cara adanya pembuktiaan kesetiaan dan konsisten pada system politik yang ada.
2. Dalam upaya pembentukan karakter bangsa sebagai bangsa yang baik
3. Memiliki suatu ikatan yang erat dengan cita – cita nasional.

2.2 PENGERTIAN PENDIDIKAN
Pendidikan adalah suatu proses pembentukan karakter manusia yang mengarah pada kemandirian hidup ,
memerlukan suatu penataan yang matang dan terencana. Oleh karena itu peran Pendidikan senantiasa diarahkan pada upaya peningkatan kualitas manusia. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa , akan sangat bergantung pada kondisi sumber daya manusia yang cukup tinggi , sehingga dalam realitasnya dibutuhkan oleh penyelenggaraan pendidikan yang mampu mengakomodir tuntutan kebutuhan lingkungan dan masyarakat.
Unsur – unsur utama yang berhubungan dengan Pendidikan , meliputi :
1. Adanya tujuan dan prioritas program yang jelas
2. Adanya peserta didik
3. Adanya manajemen yang professional
4. Adanya struktur dan jadwal yang jelas
5. Adanya isi ( materi ) yang tersedia
6. Adanya tenaga kependidikan
7. Adanya alat bantu belajar
8. Adanya fasilitas
9. Adanya teknologi
10. Adanya pengawasan yang bermutu
11. Adanya penelitian
12. Adanya biaya
Ke dua belas unsur diatas , tentu harus dipenuhi untuk mencapai tujuan Pendidikan , yaitu meningkatkan kwalitas sumber daya manusia. Peranan Pendidikan dalam kehidupan kenegaraan akan banyak memberikan dimensi penggunaan karakter bangsa. Aktualisasi karakter masyarakat dapat membentuk nilai – nilai budaya yang tumbuh pada komunitas lingkungan sosial politik , baik dalam bentuk berfikir , berinisiatif , dan aneka ragam hak asai manusia. Dengan demikian , Pendidikan senantisa melahirkan tata nilai kehidupan masyarakat dalam sistem kenegaraan yang dianut oleh suatu pemerintahan.
Pendidikan sebagai landasan untuk meningkatkan kwalitas , kemampuan dan semangat kerja masyarakat , dalam kondisi bangsa Indonesia yang memiliki rendahnya tingkat partisipasi masyarakat , secara interen akan memberikan kondisi bangsa yang sulit untuk dapat keluar dari kendali krisis multi dimensi. Terutama dalam hubungannya dalam membentuk budaya Demokrasi dalam sistem kenegaraan kita. Peran Pendidikan nampakna masih dianggap sebagai “ menara gading “ dalam segi kehidupan masyarakat , namun belum diupayakan sebagai bentuk investasi masa depan yang akan membentuk nilai – nilai hidup kemasyarakan seara universalitas.
Tantangan terbesar dalam dunia Pendidikan adalah pemberlakuan era globalisasi , namun disisi lain era tersebut akan memberikan peluang yang cukup besar dalam mengembangkan peran Pendidikan dalam nuansa universal.Pendidikan pada era global mengharuskan suatu penetrasi peran yang serba instan , baik dari segi pembaruan manajemen , pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi , serta nilai – nilai kebudayaan yang progresif. Pendidikan berjasa dalam membentk pondasinya : rakyat yang tahu hak dan kewajibannya , rakyat yang mengakui persamaan kedudukan didalam hukum dan pemerintahan , membuka kesempatan yang luas bagi semua lapisan masyarakat dalam mencapai persamaan , dan membentuk rakyat yang kritis. Dengan demikian pendidikan tidak saja memungkinkan tumbuhnya alam demokrasi , tetapi juga membuat demokrasi menjadi hal yang utama untuk hadir ditengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Upaya penigkatan mutu pendidikan dilakukan dengan menetapkan tujuan dan standar kompetensi pendidikan , peningkatan efesiensi penglolaan pendidikan berbasis sekolah , peningkatan relevansi pendidikan mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat , dan pemerataan pelayanan pendidikan mengarah pada pendidikan yang berkeadilan.


2.3 PENGERTIAN DEMOKRASI PENDIDIDKAN
Demokrasi Pendidikan diartikan sebagai hak setiap warga Negara atas kesempatan yang seluas – luasnya untuk menikmati Pendidikan , yang sesuai dengan bunyi pernyataan Undang – Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 4 ayat ( 1) yaitu “ Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asai manusia , nilai keagamaan , nilai kultural , dan kemajemukan bangsa. Dua hal yang penting dalam mengikuti pendidikan yaitu : pertama , memperoleh pengetahuan , ketrampilan dan kemampuan dalam batas tertentu yakni pada level pendidikan dasar Sembilan tahun ; kedua , adanya peluang untuk memilih satuan pendidikan sesuai dengan karakteristiknya.
Demokrasi Pendidikan bukan hanya sekedar prosedur , tetapi juga nilai – nilai pengakuan dalam kehormatan dan martabat manusia. Melalui upaya Demokratisasi Pendidikan diharapkan mampu mendorong munculnya individu yang kreatif , kritis , dan produktif tanpa keterbukaan dalam kehidupan berpolitik. Proses ini menuntut adanya relasi kemasyarakatan yang Demokratis. Tanggung jawab dari pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional dalam transformasi sosial yang tengah berlangsung adalah menanamkan dan mengoperasikan ethos , nilai , dan moralitas bangsa dalam menerima dan mengelola informasi yang silih berganti menjadi aset dalam meningkatkan kualitas dirinya.
Pengakuan terhadap hak asasi setiap individu anak bangsa untuk menuntut pendidikan pada dasarnya telah mendapatkan pengakuan secara legal sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang – Undang Dasar 1945 pasal 31 ( 1 ) yang berbunyi bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan Pendidikan. Oleh karena itu seluruh komponen bangsa yang mencakupi orang tua , masyarakat , dan pemerintah memiliki kewajiban dalam bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan. Mengenai tanggung jawab pemerintah secara tegas telah menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistim pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang – Undang. Dengan demikian tampaknya Demokrasi Pendidikan merupakan pandangan hidup yang mengutarakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama didalam berlangsungnya proses pendidikan antara pendidikan dan anak didik , serta juga dengan pengelola pendidikan.
UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nassional yang bunyinya adalah memberikan kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan yang diatur oleh UU Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 5 yang bunyinya adalah tiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.
Pasal 6 yang bunyinya adalah tiap warga berhak atas kesempatan mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan , kemampuan , dan ketrampilan yang setara dengan tamatan pendidikan dasar. Pasal 7 bunyinya adalah penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan pendidikan tidak membedakan jenis kelamin , agama , suku , ras , kedudukan sosial dan kemampuan ekonomi. Pasal 8 yang menyebutkan bahwa warga Negara yang memiliki kelainan fisik atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa , dan warga Negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.

2.4 SEJARAH PERTUMBUHAN DEMOKRASI
Pada awalnya diera Yunai kuno abad ke 6 – 3 SM dilaksanakan demokrasi dengan system demokrasi langsung yaitu suatu bentuk proses pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga Negara berdasarkan prosedur mayoritas system demokrasi langsung ini efektif dalam sederhana wilayahnya terbatas , jumlah penduduknya sedikit dan bahkan tidak semua warga Negara mempunyai hak untuk ikut menentukan keputusan – keputusan politik.
Tokoh – tokoh terkenal dalam konteks adalah John Locke and Property dan Montesquiew ( 1689 – 1755) dari Perancis dengan gagasan Trias Politika yang membagi kekuasaan mengadili ( yudikatif ). Demokrasi mempunyai wujud konkret sebagai program dan system politika pada akhir abad pertengahan yang merupakan wujud pemikiran akan adanya hak – hak politik rakyat agar ada jaminan hak – hak politik rakyat tersebut berjalan lebih efektif , muncullah gagasan untuk membatasi kekuasaan pemerintah agar tidak sewenang – wenang melalui konstitusi baik yang bersifat tertulis maupun tidak tertulis ( konvensi ) gagasan ini disebut sebagai kontitualisme , yang dikenal sebagai Negara konstitusional atau Negara hokum. Ada empat unsur Negara hukum dalam arti klasik , yaitu :
1. Adanya Hak – Hak Manusia
2. Adanya Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak itu
3. Adanya Pemerintahan berdasarkan aturan atau Undang – Undang
4. Adanya Peradilan Administrasi

2.5 TEORI DAN KONSEP DEMOKRASI
Menurut Teori Demokrasi dapat dilihat dari dua aspek
yaitu pertama , formal democratif dan yang kedua , substance democracy yaitu menunjuk pada bagaimanaproses demokrasi itu dilakukan ( Winataputra , 2006 ).
System Presidensial : system ini menekankan pentingnya pemilihan presidan secara langsung dari rakyat. Dalam system ini kekuasaan eksekutif ( kekuasaan menjalankan pemerintah ) sepenuhnya ditangan presiden.
System Parlementer : system ini menerapkan model hubungan yang menyatu antara kekuasaan eksekutif dan legislative. Kepala eksekutif adalah berada ditangan seseorang perdana mentri.
1. Demokrasi Perwakilan Liberal
Prinsip demokrasi ini didasarkan pada suatu filsafat kenegaraan bahwa manusia adalah sebagai makhluk individu yang bebas. Oleh karena itu dalam sistem demokrasi ini kebebasan individu sebagai dasar fundamental dalam pelaksana demokrasi.
2. Demokrasi satu partai dan komunisme
Demokrasi satu partai ini lazimnya dilaksanakan di Negara – Negara komunitas seperti , Rusia , China , Vietnam , dan lainnya. Kebebasan formal berdasarkan demokrasi liberal akan menghasilkan kesenjangan kelas yang semakin lebar dalam masyarakat , dan akhirnya kapitalislah yang menguasai Negara.


2.6 KAITAN DEMOKRASI DAN BENTUK PEMERINTAHAN
Rakyat adalah sebagai asal mula kekuasaan Negara dan sebagai tujuan kekuasaan Negara. Oleh karena itu “ rakyat “ adalah merupakan paradigma sentral kekuasaan Negara. Ada rincian structural ketentuan – ketentuan yang berkaitan dengan demokrasi sebagai terdapat dalam UUD 1945 sebagai berikut :
1. Konsep Kekuasaan
Konsep kekuasaan Negara menurut demokrasi sebagai terdapat dalam UUD 1945 sebagai berikut :
a. Kekuasaan ditangan rakyat
~Pembukaan UUD 1945 alinia IV
~Pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945
~Undang – Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat ( 1 )
~Undang – Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat ( 2 )
2. Konsep Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan menurut UUD 1945 dirinci sebagai berikut :
a. Penjelasan UUD 1945 tentang pokok pikiran ke III , yaitu “ Oleh karena itu system negara yang terbentuk dalam UUD 1945 , harus berdasarkan atas kedaulatan rakyat dan berdasarkan atas permusyawaratan atau perwakilan.
b. Putusan majelis pemusyawaratan rakyat ditetapkan dengan suara terbanyak , misalnya pasal 7B ayat. Ketentuan tersebut mengandung pokok pikiran bahwa konsep pengambilan keputusan yang dianut dalam hokum tata Negara Indonesia adalah :
~Keputusan didasarkan pada suatu musyawarah sebagai azasnya , artinya segala keputusan yang diambil sejauh mungkun diusahakan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.
~Namun demikian , jikalau mufakat itu tidak tercapai , maka dimungkinkan pengambilan keputusan itu melalui suara terbanyak.
3. Konsep Pengawasan
Konsep pengawasan menurut UUD 1945 ditentukan sebagai berikut :
a. Pasal 1 ayat 2 , “ Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan menurut Undang – Undang Dasar “ .
b. Pasal 2 ayat 1 , “ Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas DPR dan anggota DPD. Berdasarkan ketentuan tersebut , maka menurut UUD 1945 hasil amandemen , MPR hanya dipilih melalui Pemilu.
c. Penjelasan UUD 1945 tentang kedudukan DPR disebut , “ … kecuali itu anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. Oleh karena itu , DPR dapat senantiasa mengawasi tindakan – tindakan Presiden.
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas , maka konsep kekuasaan menurut Demokrasi Indonesia sebagai tercantum dalam UUD 1945 pada dasarnya adalah :
a.Dilakukan oleh seluruh warga Negara , karena kekuasaan didalam system ketatanegaraan Indonesia adalah ditangan rakyat.
b.Secara formal ketatanegaraan pengawasan ada ditangan DPR
4. Konsep Partisipasi menurut UUD 1945 adalah :
a. Pasal 27 ayat 1 UUD 1945
“ Segala warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan itu dengan tiada kecualinya “.
b.Pasal 28 UUD 1945
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpulan , mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang – Undang “
c.Pasal 30 ayat 1 UUD 1945
“ Tiap – tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam suatu pembelian Negara.















BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Paradigma pendidikan yang mengarah pada era Demokrasi banyak memberikan konsekuensi logis dalam mempersiapkan kondisi masa transisi budaya. Masyarakat yang mengalami situasi demokrasi umumnya lebih menghargai perbedaan pandangan dan keberagaman status sosial. Tidak hanya pemerintah yang memikirkan konsep dan sistem pendidikan yang ideal , tetapi merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karena itu pendidikan merupakan kunci bangsa untuk eksis dan bersaing di masa depan. Seperti pengalaman Negara barat yang bermasyarakat dengan tingkat pendidikan dan penguasaan teknologi yang tinggi membawa bangsanya pada kedudukan yang tinggi pula pada percaturan internasional. Kedaulatan dan keunggulan yang kompetitif dimasa depan bukan milik suatu bangsa atau Negara , melainkan adalah hak semua bangsa di dunia.

3.2 SARAN
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan tentang pengertian demokrasi , tentang pengertian pendidikan , serta tentang demokrasi pendidikan di Negara Indonesia. Selain itu juga untuk menambah wawasan kita tentang bagaimana pendidikan saat ini di negara Indonesia. Maka kita sebagai penerus bangsa haruslah menuntut ilmu setinggi – tingginya , karena ilmu tidak akan pernah habis untuk kita nikmati dimasa kehidupan kita , serta gunakanlah masa muda ini untuk meraih cita – cita yang kita inginkan.






















DAFTAR PUSTAKA


1. Ali, Hamdani. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Kota Kembang, 1987
2. Barnadib, Sutari Iman. Pengantar Ilmu Pengetahuan Sistematik. FIP-IKIP Yogyakarta, 1986

3. Coser, at all. Introduction to Sociologi. Florida: Harcourt Brace Jovanovich, Inc, 1983

4. Depag RI, Nama dan Data Potensi Pondok Pesantren Seluruh Indonesia. Jakarta, 1984/1985

5. Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1990

6. Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 1995

7. Ki Supriyoko, “Rekonstruksi Landasan Pendidikan Nasional”, dalam Masyarakat Versus

8. Suryadi, Karim, “Demokratisasi Pendidikan Demokrasi”, dalam Masyarakat Versus Negara: Paradigma Baru Membatasi Domonasi Negara, Jakarta: Penerbit KOMPAS, 1999

Pendidikan Karakter Berbasis Meditasi

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan usaha dalam membentuk karakter, memajukan budi pekerti, pikiran, jasmani seseorang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Pendidikan akan memberikan mereka pengetahuan yang nantinya akan dapat mereka wujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga berhubungan dengan pembentukan karakter diri seseorang. Akan tetapi karakter yang baik tidak cukup dibentuk hanya dengan pendidikan formal yg ditentukan oleh pemerintah. Karakter yang baik akan tumbuh dengan adanya lingkungan keluarga maupun masyarakat yang baik. Selain itu untuk membentuk karakter yang dalam, diperlukan ketenangan pikiran dan batin agar karakter yang terbentuk sesuai dengan susila. Salah satunya dengan cara meditasi, meditasi membuka jalan bagi untuk memulai perjalanan ke dalam relung diri. Meditasi memberikan pemahaman spiritualitas yang jelas mengenai diri sendiri, membantu Anda untuk menemukan kembali dan menggunakan sifat-sifat positif yang telah bersemayam dalam diri dan memungkinkan untuk mengembangkan kekuatan karakter dan menciptakan sikap-sikap dan tanggapan baru pada kehidupan. Akan tetapi sebagian besar dari kiita kurang memperhatikan betapa pentingnya dampak dari meditasi terhadap pembentukan karakter diri. Kita menganggap dengan pendidikan yang diajarkan disekolah itu cukup untuk membentuk karakter yang baik. Pada kenyataannya meditasi memberikan manfaat dan dampak yang amat mendalam bagi perkembangan karakter seseorang.

1.2 Rumusan Masalah
Dalam pendidikan karakter tak lepas dari peran meditasi bagi terbentuknya karakter yang baik. Kontroversi antara hubungan karakter dengan meditasi itu sendiri yang menjadi masalah dalam makalah ini.

1.3 Tujuan Penulisan
1. Memberikan pemahaman pentingnya pendidikan karakter
2. Menekankan bahwa meditasi amat penting dalam pembentukan karakter

1.4 Manfaat Penulisan
1. Meningkatkan pemahaman akan karakter
2. Lebih mengenal pentingnya meditasi
3. Mengetahui hubungan antara karakter dan meditasi










II. PEMBAHASAN

2.1 Pendidikan
2.1.1 Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.
Jenjang pendidikan
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
Pendidikan anak usia dini
Mengacu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 1 Butir 14 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
Pendidikan menengah
Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar. yang harus dilaksanakan minimal 9 tahun
Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Mata pelajaran pada perguruan tinggi merupakan penjurusan dari SMA, akan tetapi semestinya tidak boleh terlepas dari pelajaran SMA.
Materi pendidikan
Materi Pendidikan harus disajikan memenuhi nilai-nilai hidup. nilai hidup meliputi nilai hidup baik dan nilai hidup jahat. penyajiannya tidak boleh pendidikan sifatnya memaksa terhadap anak didik, tetapi berikan kedua nilai hidup ini secara objektif ilmiah. dalam pendidikan yang ada di Indonesia seharusnya berjalan diatas sistem tersebut agar Indonesia menjadi lebih baik.


Jalur pendidikan
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Pendidikan formal
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.
Pendidikan nonformal
Pendidikan non formal meliputi pendidikan dasar, dan pendidikan lanjutan.
Pendidikan dasar mencakup pendidikan keaksaraan dasar, keaksaraan fungsional, dan keaksaraan lanjutan paling banyak ditemukan dalam pendidikan usia dini (PAUD), Taman Pendidikan Al Quran (TPA), maupun Pendidikan Lanjut Usia. Pemberantasan Buta Aksara (PBA) serta program paket A (setara SD), paket B (setara B) adalah merupakan pendidikan dasar.
Pendidikan lanjutan meliputi program paket C(setara SLA), kursus, pendidikan vokasi, latihan keterampilan lain baik dilaksanakan secara terogranisasi maupun tidak terorganisasi.
Pendidikan Non Formal mengenal pula Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai pangkalan program yang dapat berada di dalam satu kawasan setingkat atau lebih kecil dari kelurahan/desa. PKBM dalam istilah yang berlaku umum merupakan padanan dari Community Learning Center (CLC)yang menjadi bagian komponen dari Community Center.
Pendidikan informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Jenis pendidikan
Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
Pendidikan umum
Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Bentuk satuan pendidikannya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).jenis ini termasuk ke dalam pendidikan formal.
Pendidikan akademik
Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
Pendidikan profesi
Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional.
Salah satu yang dikembangkan dalam pendidikan tinggi dalam keprofesian adalah yang disebut program diploma, mulai dari D1 sampai dengan D4 dengan berbagai konsentrasi bidang ilmu keahlian. Konsentrasi pendidikan profesi dimana para mahasiswa lebih diarahkan kepada minat menguasai keahlian tertentu. Dalam bidang keahlian dan keprofesian khususnya Desain Komunikasi Visual terdapat jurusan seperti Desain Grafis untuk D4 dan Desain Multimedia untuk D3 dan Desain Periklanan (D3). Dalam proses belajar mengajar dalam pendidikan keprofesian akan berbeda dengan jalur kesarjanaan (S1) pada setiap bidang studi tersebut.
Pendidikan vokasi
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang diploma 4 setara dengan program sarjana (strata 1).
Pendidikan keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan dan pengalaman terhadap ajaran agama dan /atau menjadi ahli ilmu agama.
Pendidikan khusus
Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (dalam bentuk Sekolah Luar Biasa/SLB).
Filosofi pendidikan
Pendidikan biasanya berawal pada saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia akan bisa (mengajar) bayi mereka sebelum kelahiran.
Banyak orang yang lain, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti daripada pendidikan formal. Seperti kata Mark Twain, "Saya tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu pendidikan saya."
Anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam -- sering kali lebih mendalam dari yang disadari mereka -- walaupun pengajaran anggota keluarga berjalan secara tidak resmi.
Kualitas pendidikan
Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia, yaitu:
* Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan. Dalam hal ini,interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.
* Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya yang merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan.
2.1.2 Tujuan, Fungsi dan Hasil Pendidikan
A. Fungsi Pendidkan
1. Pendidikan sebagai Proses Transformasi Budaya
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari suatu generasi ke generasi lainnya. Nilai-nilai kebudayaan tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada 3 bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggungjawab dan lain-lain, yang kurang cocok diperbaiki misalnya tata cara perkawinan, dan tidak cocok diganti misalnya pendidikan seks yang dahulu ditabukan diganti dengan pendidikan seks melalui pendidikan formal.
Disini tampak bahwa,proses pewarisan budaya tidak semata-mata mengekalkan budaya secara estafet. Pendidikan justru mempunyai tugas kenyiapkan peserta didik untuk hari esok.
2. sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai satu kegiatan yang sistematis dan sitemik dan terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik.
Proses pembentukan pribadi meliputi dua sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang belum dewasa, dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri. Yang terkhir disebut pendidikan diri sendiri.
3. Pendidikan sebagai Proses Penyiapan warga Negara
Pendidikan sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
4. Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidkan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memilki bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran.
5. Definisi Pendidikan Menurut GBHN
GBHN 1988 (BP 7 Pusat, 1990:105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut: Pensisikan Nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
B. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
Didalam praktek pendidikan khususnya pada sistem persekolahan, di dalam rentangan antara tujuan umum dan tujuan yang sangat khusus terdapat sejumlah tujuan antara. Tujuan antara berfungsi untuk menjembatani pencapaian tujuan umum dari sejumlah tujuan rincian khusus. Umumnya ada 4 jenjang tujuan di dalamnya terdapat tujuan antara , yaitu tujuan umum, tujuan instruksional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional.
•Tujuan umum pendidikan nasional Indonesia adalah Pancasila.
•Tujuan institusional yaitu tujuan yang menjadi tugas dari lembaga pendidikan tertentu untuk mencapainya.
•Tujuan kurikuler, yaitu tujuan bidang studi atau tujuan mata pelajaran.
•Tujuan instruksional , tujuan pokok bahasan dan sub pokok bahasan disebut tujuan instruksional, yaitu penguasaan materi pokok bahasan/sub pokok bahasan.
C. Hasil Pendidikan dan Evaluasi
1. Hasil Pendidikan
2. Evaluasi
a. Pengertian Evaluasi
Evaluasi adalah suatu tindakan untuk menentukan nilai sesuatu.
b. Tujuan evaluasi
Menurut Sudirman N., dkk.,(1991: 242) tujuan evaluasi adalah
- Mengambil keputusan tentang hasil belajar
- Memahami anak didik
- Memperbaiki dan mengembangkan program pengajaran.
c. Fungsi evaluasi
Dilihat dari segi anak didik secara individual, evaluasi berfungsi :
- Mengetahui tingkat pencapaian anak didik dalam suatu prosese belajar mengajar
- Menetapkan keefektifan pengajaran dan rencana kegiatan.
- Memberi basis laporan kemajuan anak didik.
- Menghilangkan halangan – halangan atau memperbaiki kekeliruan yang terdapat sewaktu praktek.
Dilihat dari segi program pengajaran, evaluasi berfungsi :
- Memberi dasar pertimbangan kenaikan dan promosi anak didik.
- Memberi dasar penyusunan dan penempatan kelompok anak didik yang homogen.
- Diagnosis dan remedial pekerjaan anak didik.
- Memberi dasar pembimbingan dan penyuluhan.
- Dasar pemberian angka dan rapor bagi kemajuan anak didik.
- Memotivasi belajar anak didik.
- Mengidentifikasi dan mengkaji kelainan anak didik.
- Menafsirkan kegiatan sekolah ke dalam masyarakat.
- Mengadministrasi sekolah.
- Mengembangkan kurikulum.
- Mempersiapkan penelitian pendidikan di sekolah.


d. Jenis-jenis evaluasi
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan setiap kali selesai mempelajari suatu unit pelajaran tertentu. Hal – hal yang oerlu diperhatikan dal;am pemakaian evaluasi formati yaitu:
-Penilaian dilakukan pada akhir setiap satuan pelajaran.
-Penilaian formatif bertujuan mengetahui sejauh mana tujuan instruksional khusus (TIK) pada setiap satuan pelajaran yang telah tercapai.
-Penilaian formatif dilakukan dengan mempergunakan tes hasil belajar, kuesioner, ataupun cara lainnya yang sesuai.
-Siswa dinilai berhasil dalam penilaian formatif apabila mencapai taraf penguasaan sekurang-kurangnya 75% dari tujuan yang ingin dicapai.
2. Evaluasi Subsumatif/sumatif
Evaluasi subsumatif adalah penilaian yang dilalsanakan setelah beberapa satuan pelajaran diselesaikan, dilakukan pada perempat atau temfah semester. Sedangkan evaluasi sumatif adalah penilaian yang dilaksanakan setiap akhir pengajaran atau suatu program atau sejumlah unit pelajaran tertentu. Evaluasi sumatif bermanfaat untuk menilai hasil pencapaian siswa terhadap tujuan suatu program pelajaran dalam suatu periode tertentu, seperti semester atau akhir tahun pelajaran. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian evaluasi sumatif :
-Siswa dinilai berhasil dalam mata pelajaran tertentu selama satu semester apabila nilai rapor mata pelajaran tersebut sekurang-kurangnya 6 (enam).
-Penilaian sumatif (subsumatif) dilakukan dengan mempergunakan tes hasil belajar, kuesioner ataupun cara lainnya yang sesuai dengan menilai ketiga ranah yakni kognitif, afektif, dan psikomotor.
-Hasil penilaian sumatif (subsumatif) dinyatakan dalam skala nilai 0 – 10.
3. Evaluasi Kokurikuler
Kegiatan kokurikuler adalah kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran yang telah dijatahkan dalam struktur program, berupa penugasan-penugasan atau pekerjaan rumah yang menjadi pasangan kegiatan intrakurikuler.
Kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan di sekolah dengan penjatahan waktu sesuai dengan struktur program.
Evaluasi kokurikuler adalah kegiatan yang berhubungan dengan hal-hal berikut:
-Penilaian kokurikuler terutama dilakukan terhadap hasil kegiatan kokurikuler yang antar lain berupa: kliping, lembar jawaban soal, laporan praktikum, karangan, kesimpulan atau ringkasan dari buku.
-Penilaian kokurikuler dilakukan setelah nsiswa selesai mengerjakan setiap tugas yang diberikan.
- Hasil penilaian kokurikuler dinyatakan dalam skala 0 – 10
- Penilaian dapat dilakukan perorangan
- Nilai kokurikuler diperhitungkan untuknilai rapor.
4. Evaluasi Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan diluar jam pelajaran, yang dilkukan di sekolah ataupun di luar sekolah. Kegiatan ini di maksudkan untuk memperluas pengetahuan siswa, mengenal hubungan antara berbagai mata pelajaran atau bidang pengembangan, menyalurkan bakat dan minat yang menunjang pencapaian tujuan instruksional.
e. Jenis – jenis Alat Evaluasi
1. Tes
•Tes Tertulis
- Tes bentuk uraian yaitu semua bentuk tes yang pertanyaannya membutuhkan jawaban dalam bentuk uraian.

2.2 Karakter
2.2.1 Pengertian Karakter
Menurut bahasa, karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu. Karena itu, jika pengetahuan mengenai karakter seseorang itu dapat diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana individu tersebut akan bersikap untuk kondisi-kondisi tertentu.
Dilihat dari sudut pengertian, ternyata karakter dan akhlak tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Keduanya didefinisikan sebagai suatu tindakan yang terjadi tanpa ada lagi pemikiran lagi karena sudah tertanam dalam pikiran, dan dengan kata lain, keduanya dapat disebut dengan kebiasaan.
2.2.2 Mekanisme Pembentukan Karakter
1. Unsur dalam Pembentukan Karakter
Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran karena pikiran, yang di dalamnya terdapat seluruh program yang terbentuk dari pengalaman hidupnya, merupakan pelopor segalanya. Program ini kemudian membentuk sistem kepercayaan yang akhirnya dapat membentuk pola berpikirnya yang bisa mempengaruhi perilakunya. Jika program yang tertanam tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran universal, maka perilakunya berjalan selaras dengan hukum alam. Hasilnya, perilaku tersebut membawa ketenangan dan kebahagiaan. Sebaliknya, jika program tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum universal, maka perilakunya membawa kerusakan dan menghasilkan penderitaan. Oleh karena itu, pikiran harus mendapatkan perhatian serius.
Tentang pikiran, Joseph Murphy mengatakan bahwa di dalam diri manusia terdapat satu pikiran yang memiliki ciri yang berbeda. Untuk membedakan ciri tersebut, maka istilahnya dinamakan dengan pikiran sadar (conscious mind) atau pikiran objektif dan pikiran bawah sadar (subconscious mind) atau pikiran subjektif..
Pikiran sadar yang secara fisik terletak di bagian korteks otak bersifat logis dan analisis dengan memiliki pengaruh sebesar 12 % dari kemampuan otak. Sedangkan pikiran bawah sadar secara fisik terletak di medulla oblongata yang sudah terbentuk ketika masih di dalam kandungan. Karena itu, ketika bayi yang dilahirkan menangis, bayi tersebut akan tenang di dekapan ibunya karena dia sudah merasa tidak asing lagi dengan detak jantung ibunya. Pikiran bawah sadar bersifat netral dan sugestif. Untuk memahami cara kerja pikiran, kita perlu tahu bahwa pikiran sadar (conscious) adalah pikiran objektif yang berhubungan dengan objek luar dengan menggunakan panca indra sebagai media dan sifat pikiran sadar ini adalah menalar. Sedangkan pikiran bawah sadar (subsconscious) adalah pikiran subjektif yang berisi emosi serta memori, bersifat irasional, tidak menalar, dan tidak dapat membantah. Kerja pikiran bawah sadar menjadi sangat optimal ketika kerja pikiran sadar semakin minimal.
Pikiran sadar dan bawah sadar terus berinteraksi. Pikiran bawah sadar akan menjalankan apa yang telah dikesankan kepadanya melalui sistem kepercayaan yang lahir dari hasil kesimpulan nalar dari pikiran sadar terhadap objek luar yang diamatinya. Karena, pikiran bawah sadar akan terus mengikuti kesan dari pikiran sadar, maka pikiran sadar diibaratkan seperti nahkoda sedangkan pikiran bawah sadar diibaratkan seperti awak kapal yang siap menjalankan perintah, terlepas perintah itu benar atau salah. Di sini, pikiran sadar bisa berperan sebagai penjaga untuk melindungi pikiran bawah sadar dari pengaruh objek luar.
Kita ambil sebuah contoh. Jika media masa memberitakan bahwa Indonesia semakin terpuruk, maka berita ini dapat membuat seseorang merasa depresi karena setelah mendengar dan melihat berita tersebut, dia menalar berdasarkan kepercayaan yang dipegang seperti berikut ini, “Kalau Indonesia terpuruk, rakyat jadi terpuruk. Saya adalah rakyat Indonesia, jadi ketika Indonesia terpuruk, maka saya juga terpuruk.” Dari sini, kesan yang diperoleh dari hasil penalaran di pikiran sadar adalah kesan ketidakberdayaan yang berakibat kepada rasa putus asa. Akhirnya rasa ketidakberdayaan tersebut akan memunculkan perilaku destruktif, bahkan bisa mendorong kepada tindak kejahatan seperti pencurian dengan beralasan untuk bisa bertahan hidup. Namun, melalui pikiran sadar pula, kepercayaan tersebut dapat dirubah untuk memberikan kesan berbeda dengan menambahkan contoh kalimat berikut ini, “...tapi aku punya banyak relasi orang-orang kaya yang siap membantuku.” Nah, cara berpikir semacam ini akan memberikan kesan keberdayaan sehingga kesan ini dapat memberikan harapan dan mampu meningkatkan rasa percaya diri.
Dengan memahami cara kerja pikiran tersebut, kita memahami bahwa pengendalian pikiran menjadi sangat penting. Dengan kemampuan kita dalam mengendalikan pikiran ke arah kebaikan, kita akan mudah mendapatkan apa yang kita inginkan, yaitu kebahagiaan. Sebaliknya, jika pikiran kita lepas kendali sehingga terfokus kepada keburukan dan kejahatan, maka kita akan terus mendapatkan penderitaan-penderitaan, disadari maupun tidak.
2. Proses Pembentukan Karakter
Sebelum penulis melanjutkan pembahasan, mari kita kaji ilustrasi berikut ini.. Di dalam sebuah ruangan, terdapat seorang bayi, dan dua orang dewasa. Mereka duduk dalam posisi melingkar. Kemudian masuk satu orang lain yang membawa kotak besar berwarna putih ke arah mereka. Setelah meletakkan kotak tersebut di tengah-tengah mereka, orang tersebut langsung membuka tutupnya agar keluar isinya. Apa yang terjadi...? ternyata setelah dibuka, terlihat ada tiga ular kobra berwarna hitam dan besar yang keluar dari kotak tersebut. Langsung saja, salah seorang dari mereka lari ketakutan, sedangkan yang lainnya justru berani mendekat untuk memegang ular agar tidak membahayakan, dan, tentu saja, si bayi yang ada di dekatnya tetap tidak memperlihatkan respon apa-apa terhadap ular.
Begitu juga dengan kehidupan manusia di dunia ini. Kita semua dihadapkan dengan permasalahan yang sama, yaitu kehidupan duniawi. Akan tetapi respon yang kita berikan terhadap permasalahan tersebut berbeda-beda. Di antara kita, ada yang hidup penuh semangat, sedangkan yang lainnya hidup penuh malas dan putus asa. Di antara kita juga ada yang hidup dengan keluarga yang damai dan tenang, sedangkan di antara kita juga ada yang hidup dengan kondisi keluarga yang berantakan. Di antara kita juga ada yang hidup dengan perasaan bahagia dan ceria, sedangkan yang lain hidup dengan penuh penderitaan dan keluhan. Padahal kita semua berangkat dari kondisi yang sama, yaitu kondisi ketika masih kecil yang penuh semangat, ceria, bahagia, dan tidak ada rasa takut atau pun rasa sedih.
Pertanyaannya yang ingin diajukan di sini adalah “Mengapa untuk permasalahan yang sama, yaitu kehidupan duniawi, kita mengambil respon yang berbeda-beda?” jawabannya dikarenakan oleh kesan yang berbeda dan kesan tersebut dihasilkan dari pola pikir dan kepercayaan yang berbeda mengenai objek tersebut. Untuk lebih jelas, berikut penjelasannya.
Secara alami, sejak lahir sampai berusia tiga tahun, atau mungkin hingga sekitar lima tahun, kemampuan menalar seorang anak belum tumbuh sehingga pikiran bawah sadar (subconscious mind) masih terbuka dan menerima apa saja informasi dan stimulus yang dimasukkan ke dalamnya tanpa ada penyeleksian, mulai dari orang tua dan lingkungan keluarga. Dari mereka itulah, pondasi awal terbentuknya karakter sudah terbangun. Pondasi tersebut adalah kepercayaan tertentu dan konsep diri. Jika sejak kecil kedua orang tua selalu bertengkar lalu bercerai, maka seorang anak bisa mengambil kesimpulan sendiri bahwa perkawinan itu penderitaan. Tetapi, jika kedua orang tua selalu menunjukkan rasa saling menghormati dengan bentuk komunikasi yang akrab maka anak akan menyimpulkan ternyata pernikahan itu indah. Semua ini akan berdampak ketika sudah tumbuh dewasa.
Selanjutnya, semua pengalaman hidup yang berasal dari lingkungan kerabat, sekolah, televisi, internet, buku, majalah, dan berbagai sumber lainnya menambah pengetahuan yang akan mengantarkan seseorang memiliki kemampuan yang semakin besar untuk dapat menganalisis dan menalar objek luar. Mulai dari sinilah, peran pikiran sadar (conscious) menjadi semakin dominan. Seiring perjalanan waktu, maka penyaringan terhadap informasi yang masuk melalui pikiran sadar menjadi lebih ketat sehingga tidak sembarang informasi yang masuk melalui panca indera dapat mudah dan langsung diterima oleh pikiran bawah sadar.
Semakin banyak informasi yang diterima dan semakin matang sistem kepercayaan dan pola pikir yang terbentuk, maka semakin jelas tindakan, kebiasan, dan karakter unik dari masing-masing individu. Dengan kata lain, setiap individu akhirnya memiliki sistem kepercayaan (belief system), citra diri (self-image), dan kebiasaan (habit) yang unik. Jika sistem kepercayaannya benar dan selaras, karakternya baik, dan konsep dirinya bagus, maka kehidupannya akan terus baik dan semakin membahagiakan. Sebaliknya, jika sistem kepercayaannya tidak selaras, karakternya tidak baik, dan konsep dirinya buruk, maka kehidupannya akan dipenuhi banyak permasalahan dan penderitaan.
Kita ambil sebuah contoh. Ketika masih kecil, kebanyakan dari anak-anak memiliki konsep diri yang bagus. Mereka ceria, semangat, dan berani. Tidak ada rasa takut dan tidak ada rasa sedih. Mereka selalu merasa bahwa dirinya mampu melakukan banyak hal. Karena itu, mereka mendapatkan banyak hal. Kita bisa melihat saat mereka belajar berjalan dan jatuh, mereka akan bangkit lagi, jatuh lagi, bangkit lagi, sampai akhirnya mereka bisa berjalan seperti kita.
Akan tetapi, ketika mereka telah memasuki sekolah, mereka mengalami banyak perubahan mengenai konsep diri mereka. Di antara mereka mungkin merasa bahwa dirinya bodoh. Akhirnya mereka putus asa. Kepercayaan ini semakin diperkuat lagi setelah mengetahui bahwa nilai yang didapatkannya berada di bawah rata-rata dan orang tua mereka juga mengatakan bahwa mereka memang adalah anak-anak yang bodoh. Tentu saja, dampak negatif dari konsep diri yang buruk ini bisa membuat mereka merasa kurang percaya diri dan sulit untuk berkembang di kelak kemudian hari.
Padahal, jika dikaji lebih lanjut, kita dapat menemukan banyak penjelasan mengapa mereka mendapatkan nilai di bawah rata-rata. Mungkin, proses pembelajaran tidak sesuai dengan tipe anak, atau pengajar yang kurang menarik, atau mungkin kondisi belajar yang kurang mendukung. Dengan kata lain, pada hakikatnya, anak-anak itu pintar tetapi karena kondisi yang memberikan kesan mereka bodoh, maka mereka meyakini dirinya bodoh. Inilah konsep diri yang buruk.
Contoh yang lainnya, mayoritas ketika masih kanak-kanak, mereka tetap ceria walau kondisi ekonomi keluarganya rendah. Namun seiring perjalanan waktu, anak tersebut mungkin sering menonton sinetron yang menayangkan bahwa kondisi orang miskin selalu lemah dan mengalami banyak penderitaan dari orang kaya. Akhirnya, anak ini memegang kepercayaan bahwa orang miskin itu menderita dan tidak berdaya dan orang kaya itu jahat. Selama kepercayaan ini dipegang, maka ketika dewasa, anak ini akan sulit menjadi orang yang kuat secara ekonomi, sebab keinginan untuk menjadi kaya bertentangan dengan keyakinannya yang menyatakan bahwa orang kaya itu jahat. Kepercayaan ini hanya akan melahirkan perilaku yang mudah berkeluh kesah dan menutup diri untuk bekerjasama dengan mereka yang dirasa lebih kaya.

2.3 Meditasi
2.3.1 Pengertian Meditasi
Perkataan Meditasi itu sendiri diserap dari bahasa Latin, meditatio yang berarti merenungkan dan juga berakar dari kata Mederi (kesehatan) dari kata ini pula diserap kata medisin. Jadi jelas meditasi itu sebenarnya baik bagi kesehatan. Dalam bahasa Indonesia, Meditasi, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah pemusatan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu. Jadi bermeditasi adalah memusatkan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu, tetapi kata meditasi itu lebih dikenal dengan nama samedi yang diserap dari bahasa Sansekerta, samadhi yang juga disebut dhyana atau pranayama. Samedi itu artinya meditasi dalam bahasa Sangsekerta atau dalam bahasa Ibrani = hagah. Dalam Alkitab bahasa Inggris perkataan tersebut diterjemahkan sebagai Meditation.
Sedangkan pengertian meditasi dalam kamus Cambridge International Dictionary of English, adalah:
Meditate is to think seriously (about something), esp. for a long time • if you meditate, you give your attention to one thing, and do not think about anything else, usually as a religious activity or as way calming or relaxing your mind. Meditation is serious thought or study, or the product of this activity. Meditation is also the act of giving your attention to only one thing, either as a religious activity or as a way of becoming calm and relaxed: prayer and meditation.
Kata ‘meditasi’ [meditation] didefinisikan sebagai “praktek berpikir secara mendalam dalam keheningan, terutama untuk alasan keagamaan atau untuk membuat batin tenang.” (Oxford Advanced Learner’s Dictionary). Dalam kamus yang bersifat umum ini, ‘meditasi’ dianggap sebagai proses ‘berpikir’. Ini hampir sama dengan ‘kontemplasi’ yang didefinisikan secara persis sama. Tetapi kalau dikaji secara lebih mendalam dan dipraktekkan, akan ternyata bahwa di dalam ‘meditasi’ justru proses berpikir berhenti untuk sementara.
Pada dasarnya, ‘meditasi’ adalah “pemusatan perhatian pada suatu obyek batin secara terus-menerus.” Memang ada obyek-obyek meditasi tertentu yang berupa pikiran atau ide/konsep, sehingga terjadi tumpang tindih dan tidak dapat dibedakan secara tegas antara ‘meditasi’ dan ‘kontemplasi’.
Dengan demikian, meditasi adalah cara lain untuk memahami diri, yang berbeda dengan introspeksi. Justru pemahaman yang diperoleh dari meditasi jauh lebih tepat dan sesuai dengan keadaan sebenarnya dibandingkan dengan pemahaman dari introspeksi yang dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan pikiran yang tidak disadari sehingga memberikan hasil yang bias. Di samping itu,pemahaman diri yang diperoleh dari meditasi bersifat transformatif (mengubah), oleh karena pemahaman itu melibatkan seluruh aspek diri (kognitif, afektif, volisional, dsb). Di lain pihak, pemahaman melalui introspeksi kebanyakan hanya bersifat kognitif saja, sehingga biasanya tidak banyak perubahan yang terjadi.
Ada juga yang memberi pengertian bahwa meditasi yang sering kita dengar mempunyai pengertian yaitu: sikap menenangkan pikiran dengan cara-cara tertentu di mana pikiran kita sampai menemukan sensasi-sensasi sehingga menimbulkan rasa damai dalam hati untuk mencapai ketenangan jiwa (ruhani). Dan ada juga yang mengartikan bahwa meditasi adalah sebuah pelatihan yang menggunakan pikiran untuk tujuan mengatur pikiran dengan usaha kita. Meditasi dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang mengakibatkan hubungan erat beberapa orang dengan Tuhan. Kita meditasi pada yang abstrak, tidak berbentuk, tidak bernama. Karena Yang Tertinggi tidak mempunyai bentuk dan tidak mempunyai nama, tidak juga mempunyai kwalitas atau lambang-lambang.
2.3.2 Perbedaan Konsentrasi dan Meditasi
Terdapat perbedaan jelas antara konsentrasi dan meditasi, meskipun keduanya dalam pelaksanaannya berhubungan. Pengertian konsentrasi ialah untuk memahami dan menguasai pikiran-perasaan sehingga ia tidak lagi menanggapi dengan kacau terhadap suatu peristiwa. Latihan-latihan konsentrasi adalah suatu pendidikan kembali mengenai tekniknya pikiran-rendah, sehingga ia menurut perintahnya sang Pribadi, dan menghentikan sifatnya yang bergerak kian kemari dan tidak menentu. Atau dengan kata lain, konsentrasi adalah sebuah upaya keras (baca: dipaksa) untuk memusatkan pada sesuatu, hal ini dianggap bukanlah bagian/tahapan meditasi.
Sedangkan tujuan meditasi ialah melatih pikiran, dalam keadaan tenang, dan beristirahat/ berhenti pada pokok yang dipilih, lebih baik pada hal yang mengandung arti yang dalam dan rohaniah, sehingga pokok-caranya dapat membukakan kesadaran yang sedang bermeditasi akan arti makna yang lebih luas dan dalam.
Dalam ajaran Budha terdapat sebuah tahapan meditasi, yaitu Dharana yang berarti pemusatan perhatian tanpa paksaan. Pemusatan perhatian tidaklah berarti anda kosong. Sebagaimana namanya pemusatan perhatian, perhatian anda tertunjukkan pada sesuatu. Tidak dianjurkan bagi anda untuk berada dalam keadaan kosong seratus persen karena ini mungkin dapat membiarkan masuknya kekuatan dari luar yang dapat mengganggu. Meditasi tingkat tinggi biasanya mengajarkan untuk memusatkan perhatian ke cakra mahkota untuk menerima lebih banyak kekuatan spiritual, atau ke antara alis mata untuk membangkitkan mata spiritual, ataupun ke cakra jantung untuk memberikan lebih banyak kekuatan kepada roh. Jadi, tidaklah kosong sama sekali.
2.3.3 Manfaat Meditasi
Menurut ajaran Buddhis, meditasi adalah suatu cara untuk mengembangkan bathin menuju taraf kesempurnaan yang selanjutnya menjadi dasar dari kebijaksanaan. Latihan meditasi dengan pemusatan fikiran pada pernafasan disebut Anaspanasati. Dengan metode ini, fikiran tetap terjaga dengan baik dan senantiasa terkontrol, dengan demikian membuahkan jasmani dan rohani yang selalu jernih dan segar. Juga daya fikir bertambah kuat dan tajam, membawa pada kecerdasan otak.
Meditasi bisa mengurangi kecemasan telah diselidiki oleh tokoh-tokoh sarjana Barat, seperti pada penyelidikan Zen Meditation, dan kemudian pada penyelidikan Transcendental Meditation. Tetapi kajian di barat juga telah membuktikan 33% hingga 50% mereka yang melakukan meditasi tanpa teknik yang betul akan mengalami peningkatan dalan tekanan darah, stress, kemurungan serta mudah marah. Maka jika anda benar-benar ingin mendalami meditasi, pastikan anda dilatih oleh mereka benar-benar mahir dan berpengalaman serta mampu memberi penjelasan untuk setiap keadaan.
Dalam latihan Meditasi Islam, perkara yang harus diperhatikan ialah bagaimana mereka dapat menemukan makna dan tujuan hidup yang memberikan sense of direction, justeru dapat mengatasi pelbagai masalah serta meningkatkan produktivitas dan meningkatkan kesehatan.
Tujuan dari meditasi ini adalah kesunyian yang indah, keheningan dan kejernihan pikiran.
2.3.4 Agama dan Meditasi
Meditasi bukan hanya dikenal oleh agama yang berasal dari India & Tiongkok saja bahkan hampir disemua agama mereka mempraktekan meditasi. Meditasi dalam agama Yahudi dikenal dengan nama hitbonenut ini bisa dibaca di Kabbalah sedangkan bangsa Yunani kuno mengenal meditasi dengan nama “Gnothi se auton” = “mengenal diri sendiri”.
Menurut kepercayaan orang India/Hindu, bahwa di udara bebas ini terdapat unsu-unsur gaib yang bersatu dengan zat asam (oksigen). Unsur-unsur gaib itu berupa zat yang sangat halus sebagai inti dari segala zat yang menjadi roh dari alam. Zat tersebut sedemikian halusnya hingga tak dapat ditanggapi dengan panca indera, maupun dengan alat-alat apapun.
Zat ini mempunyai tenaga gaib yang amat berkuasa untuk berbagai macam kepentingan, antara lain untuk penyembuhan penyakit. Zat inilah yang mereka beri nama Prana. Cara mendapatkan zat gaib atau prana tadi ialah dengan jalan pernafasan yang diatur dengan irama tertentu, yang menurut kepercayaan mereka sesuai dengan irama gerakan alam.
Beberapa cara meditasi melibatkan pengulangan suara tertentu secara internal, dan menganjurkan kepada para pelakunya agar tidak terlalu melakukan konsentrasi. Teknik seperti itu akan menyegarkan dan membuat orang relaks, namun untuk peningkatan rohani, konsentrasi tetaplah sangat perlu - yaitu usaha intensif untuk memfokuskan pikiran pada mantra.
Meditasi ada dua macam, yaitu meditasi duduk dan meditasi gerak (Tai-Chi). Meditasi duduk ini sebenarnya sudah diperkenalkan oleh Islam jauh sebelum Sidharta Gauthama lahir melalui ajaran Budhi Dharma. Meditasi ini juga sering dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW ketika sebelum dan sesudah diangkat menjadi Nabi dan Rasul, yang pada saat itu disebut dengan berkhalwat dan tahannuts. Beliau melakukan meditasi di Gua Hira, ketika menghadapi masalah yang menimpa diri dan umatnya. Seperti halnya meditasi duduk, meditasi gerak juga sudah ada dalam ajaran Islam yaitu dalam bentuk gerakan shalat.

2.4 Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.

Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral.
Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

2.5 Pendidikan Karakter Melalui Meditasi
Pikiran baik membentuk perbuatan baik.
Perbuatan baik membentuk kebiasaan baik.
Kebiasaan baik membentuk karakter baik.
Karakter baik membentuk kesuksesan hidup.
Program meditasi bertujuan untuk mengajarkan hidup sukses yang benar sebagai remaja. Bermula dari melatih pikiran agar sifat-sifat pikiran baik bertambah kuat seperti tekad yang kuat, konsentrasi, kesadaran, dan kelembutan. Dari pikiran yang baik akan muncul perbuatan yang baik, yang akan menjadi kebiasaan baik dan akhirnya menjadi karakter yang baik.
Dalam praktik, meditasi dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama mulai melaksanakan "tapa" yaitu tidak membaca, tidak menulis, dan tidak berbicara kepada siapapun, memperhatikan nafas dengan lembut, yang keluar dan masuk. Hal ini dimaksudkan untuk melatih konsentrasi sehingga nantinya dapat meningkatkan ketajaman, daya serap atau daya ingat mereka dalam mengikuti pelajaran di sekolah atau dalam hidup sehari-hari, dan mengembangkan kasih sayangnya.
Dilanjutkan dengan menyadari karakteristik dari sentuhan nafas di dalam hidung akan mempertajam kewaspadaan dan kesadaran pikirannya sehingga lebih pintar dalam mengevaluasi dan menganalisa pelajaran di sekolah serta kreativitas mereka. Dan akhirnya, pikiran dilatih untuk merasakan proses nafas yang berubah-ubah sehingga terlatih biasa menghadapi goncangan atau persoalan sehingga menjadi tenang seimbang -- dalam bahasa meditasinya disebut menjadi "bijaksana". Disiplin, kokoh dalam menghadapi godaan pada masa remaja.
Tahap kedua dilatih untuk memperhatikan badan, menyadari bahwa badan ini dan segala sesuatu yang berkondisi selalu berubah. Dengan mengerti perubahan ini, mereka diharapkan menjadi remaja fleksibel dan lebih bijaksana serta menyehatkan badan.
Dua Jenis
Meditasi yang dilatih sehari-harinya ada dua jenis yaitu meditasi biasa sekitar 15 menit dan meditasi dengan tekad yang kuat sekitar 20 menit. Dalam meditasi biasa, kita diperbolehkan untuk mengubah posisi duduk jika diperlukan, sedangkan dalam meditasi dengan tekad yang kuat diharapkan dapat memperkuat tekad untuk tetap duduk dalam satu posisi tertentu tanpa bergeser. Hal ini perlu dilakukan untuk melatih tekad dan kemauan mereka kearah yang positif.
Mengapa harus remaja? Menurut David Fontana dan Ingrid Slack dalam bukunya "Teaching Meditation to Children", metode pengajaran kepada anak dan remaja usia 5-18 tahun dapat dibagi berdasarkan usia serta daya pikir mereka. Bagian pertama, usia 5-8 tahun. Pada masa ini, anak berpikir abstrak dan ingin memiliki sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal dalam kehidupan sehari-hari, misalnya hal-hal yang mereka dengar atau sentuh. Mereka mulai beimajinasi. Mereka perlu diberikan dongeng dan musik. Untuk membantu perkembangannya, mereka perlu diberikan latihan kecil seperti membaca cerita dengan keras dan menyanyi bersama-sama.
Bagian kedua, usia 9-12 tahun. Pada masa ini, proses kedewasaan mereka berkembang dengan cepat, kemampuan berpikir juga berkembang dengan pesat. Mereka mulai ingin berdiskusi, bertanya dan mendapat jawaban dari segala pertanyaan yang muncul dibenaknya. Bagian ketiga, usia 13-14 tahun: anak-anak mulai menunjukkan tanda-tanda perubahan ke arah yang lebih dewasa. Mereka cenderung mulai menjauhi hal-hal yang berbau kekanak-kanakan dan mulai mengharapkan kebebasan dan lepas dari pengaruh orangtuanya.
Bagian keempat, usia 15-18 tahun. Masa ini merupakan masa final ke arah kedewasaan. Pada beberapa anak, pada masa ini bahkan sudah memiliki intelektual dan bentuk fisik yang sama dengan orangtua atau gurunya. Di masa ini mereka perlu diarahkan dan diberikan pengertian akan pentingnya masa depan mereka. Untuk itu sejak dini mereka harus diberikan landasan yang kuat sehingga nantinya tidak mudah terseret oleh pengaruh negatif yang mungkin datang dari lingkungan sekitarnya.
EKSISTENSI DAN KARAKTER ANAK/REMAJA
USIA 5-8:
* Berpikir abstrak.
* Ingin mendengar dan menyentuh.
* Mulai beimajinasi.
* Perlu dongeng dan musik.
USIA 9-12:
* Proses kedewasaan berkembang.
* Kemampuan berpikir berkembang.
* Mulai berdiskusi dan bertanya.
USIA 13-14:
* Berubah ke arah lebih dewasa.
* Menjauhi hal kekanak-kanakan.
* Mengharap kebebasan.
* Mengharap lepas dari pengaruh orangtua.
USIA 15-18:
* Masa final ke arah kedewasaan.
* Memiliki intelektualitas.
* Bentuk fisik mendekati orangtua atau gurunya.
* Perlu diarahkan dan diberi pengertian soal masa depan.
* Harus diberikan landasan yang kuat agar tak mudah terseret pengaruh negatif dari lingkungannya.

















III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari yang telah kami paparkan diatas dapat kita simpulkan bahwa disamping cara formal diperlukan juga cara secara spiritual untuk membentuk karakter yang baik pada pribadi seseorang. Dengan meditasi yang menenangkn bathin kita akan membawa fikiran dalam hal yang positif serta membawa kita mengenang perbuatan kita yg terdahulu yg memberikan pelajaran bagi kita sehingga hal-hal yang baiklah yg akan kita fikirkan dan kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dari penerapan meditasi disekolah maka antara teori yg diberikan disekolah dengan kenyataan di lapangan akan terjadi karakter yang sesuai dengan teori yang diberikan apabila nantinya berkecimpung dilapangan.
3.2 Saran
1. Sebaiknya para orang tua melatih anak mereka sejak dini dalam melakukan meditasi agar terbentuk karakter yang baik.
2. Bagi para pendidik hendaknya memperhatikn meditasi sebagai muatan local untuk membentuk karakter siswa.





DAFTAR PUSTAKA
UU No.20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
PP No. 19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Bulletin Epitech 2006, Disdik Prov.Jabar.
N.K. Singh dan Mr. A.R. Agwan, Encyclopaedia of the Holy Qur’ân, (New Delhi: balaji Offset, 2000) Edisi I h. 175.

Rhonda Byrne, The Secret, (Jakarta: PT Gramedia, 2007), h.17
Joseph Murphy D.R.S., Rahasia Kekuatan Pikiran Bawah Sadar, (Jakarta, SPEKTRUM, 2002), h. 6.

Adi W. Gunawan, Hypnosis – The Art of Subconscious Communication, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005) h. 27-30.

Adi W. Gunawan dan Ariesandi Setyono, Manage Your Mind for Success, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006) h. 38.

Ariesandi Setyono, Hypnoparenting: Menjadi Orangtua Efektif dengan Hipnosis, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 50.
http://duniapsikologi.dagdigdug.com
http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/17/anak-anda-hurried-child/
http://ujeberkarya.blogspot.com/2009/09/06/perkembangan-kognitif-dan-kognisi.html
http://blog.appidi.or.id/?p=430: makalah pendidikan tahun 2007
http://dzarmono.wordpress.com/2007/06/11/makalah-pendidikan tahun 2008
www.tyasmm84.blogspot.com/2008/01/profesi--teknologi-pendidikan.html
www.ar/sulukan panji-kumis/sulukan hijau.blogspot.com